REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Aan Suhanan mendorong kolaborasi aktif bersama Kementerian Ketenagakerjaan untuk kesejahteraan pengemudi angkutan barang, khususnya dalam mewujudkan jaminan sosial maupun jaminan hukum bagi para pengemudi.
Hal ini disampaikan Dirjen Aan saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi "Peningkatan Cakupan Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja" yang diselenggarakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/9/2025).
Kesejahteraan pengemudi ini erat kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum kendaraan barang Over Dimension and Over Loading (ODOL). Sebagaimana disampaikan Presiden dalam Rapat Pembahasan bersama Komisi V DPR RI pada 17 April 2025, kendaraan ODOL menjadi salah satu isu penting yang harus ditangani melalui regulasi yang tegas, penegakan hukum yang konsisten, serta sinergi lintas sektor demi menjaga keselamatan, keamanan, dan kelancaran transportasi darat.
"Permasalahan kendaraan ODOL ini dinilai mendesak untuk segera diselesaikan karena berdampak langsung terhadap ketahanan infrastruktur jalan yang tidak mampu menampung beban berlebih dari kendaraan angkutan barang," ujar Aan.
Untuk itu, Ditjen Perhubungan Darat mengajak seluruh pemangku kepentingan, baik pelaku usaha, operator transportasi, pemerintah daerah, maupun para pengemudi untuk bersama-sama mewujudkan komitmen Zero ODOL. Langkah ini tidak hanya untuk menegakkan aturan, tetapi juga demi kepentingan bersama dalam menciptakan transportasi darat yang lebih aman, tertib, efisien, dan berkelanjutan.
“Kemenhub memiliki toga tugas yang harus diselesaikan dengan Kementerian/Lembaga lain, yang utama adalah integrasi data dan sistem, selain itu bekerjasama intens dengan Kementerian Perdagangan untuk mengintegrasikan data manifes,” ucap Aan.
Ia menuturkan kendaraan ODOL terbukti menimbulkan berbagai dampak serius, mulai dari meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas, kemacetan, kerusakan infrastruktur, penurunan performa kendaraan, hingga polusi udara dan pemborosan BBM.
"Penanganan kendaraan ODOL bukanlah upaya yang dilakukan secara tiba-tiba, melainkan telah melalui proses panjang, bertahap, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan sejak 2017," jelasnya.
Sejak awal, kebijakan bebas ODOL telah ditetapkan dan disosialisasikan, dengan sejumlah tahapan penting seperti pembatasan kendaraan ODOL bagi BUMN, penguatan layanan UPPKB, berbagai uji coba implementasi e-tilang, serta peta jalan pengawasan elektronik.
Hingga memasuki 2025 penanganan kendaraan ODOL diarahkan ke level yang lebih strategis melalui penyusunan Perpres Logistik Nasional. Upaya ini dikoordinasikan lintas kementerian, termasuk Kemenhub, Kemenperin, Kemenkeu, Kemendagri, Polri, serta asosiasi industri.
"Demi mendukung komitmen ini, Ditjen Hubdat turut mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanganan ODOL pada 2025-2029 yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah. RAN ini menjadi peta jalan nasional dalam upaya mewujudkan kebijakan zero ODOL secara menyeluruh, terukur, dan berkesinambungan.
Terdapat sembilan langkah strategis yang akan ditempuh, mulai dari integrasi pendataan angkutan barang berbasis sistem elektronik, pengawasan dan penindakan di lapangan, penetapan kelas jalan hingga peningkatan daya saing distribusi logistik multimoda.
Di sisi lain, Ditjen Perhubungan Darat turut mendorong kajian komprehensif terkait dampak penerapan kebijakan Zero ODOL terhadap perekonomian, biaya logistik, hingga iklim sekaligus memastikan aspek ketenagakerjaan dan standar kerja yang layak tetap terjaga. Harmonisasi peraturan serta deregulasi yang mendukung efektivitas kebijakan Zero ODOL juga akan dilakukan secara konsisten.
“Saya harapkan dengan program Zero ODOL, Bapak dan Ibu tenang membawa mobilnya sehingga keselamatan pun terjamin,” kata Aan.
Muhammad Nursyamsyi