REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan mekanisme penyerapan gula petani hanya menyasar produk yang tidak terserap pasar. Negara tidak membeli seluruh produksi petani, melainkan hadir ketika harga di tingkat petani mulai tertekan akibat kelebihan stok. Skema ini dijalankan dengan dukungan alokasi dana Rp1,5 triliun dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, menjelaskan konsep penyerapan dirancang agar negara tidak mendistorsi pasar, melainkan menjaga keseimbangan harga ketika mekanisme pasar tidak berjalan semestinya.
“Intinya bukan gula petani dibeli semua sama Danantara, itu keliru. Yang tidak diserap pasar, negara hadir untuk membantu. Sehingga petani tetap terjaga harganya, kesejahteraannya, semangatnya juga,” kata Sudaryono di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Ia menegaskan, dana Rp1,5 triliun bersifat cadangan dan digunakan bertahap sesuai kebutuhan. Jika gula petani sudah terserap pasar dengan baik, dana tidak serta-merta dipakai. Namun, bila terjadi penumpukan dan harga mulai jatuh, pemerintah turun tangan.
“Dana Rp1,5 triliun itu nggak terus dihabisi. Itu cadangan. Kalau yang tidak diserap pasar sedikit, ya tidak sampai segitu. Tapi kalau sampai habis, kita bisa ajukan lagi,” ujarnya.
Hingga saat ini, pemerintah telah menyerap sekitar 40 ribu ton gula petani. Angka tersebut mencerminkan intervensi negara berjalan sesuai prinsip awal, yakni masuk ke pasar hanya ketika harga gula di tingkat petani terancam anjlok.
Sudaryono mencontohkan, pola penyerapan ini serupa dengan mekanisme Bulog dalam membeli gabah petani. “Sama seperti gabah Rp6.500. Bukan berarti gabahnya dibeli semua sama Bulog, salah. Negara hanya hadir membeli yang tidak diserap pasar,” tegasnya.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), I Gusti Ketut Astawa, menilai skema ini menjadi pemicu pergerakan pasar. Menurutnya, kepastian Danantara membeli gula mendorong pedagang ikut menyerap dari petani.
“Sudah ada kepastian Danantara akan turun. Pedagang pun sudah triggered Danantara. Mereka berani membeli, habis Danantara beli,” kata Astawa dalam Seminar Ekosistem Gula Nasional di Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Pelaksanaan di lapangan ditugaskan kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID Food. Perusahaan pelat merah ini memperoleh dukungan permodalan berupa shareholder loan dari PT Danantara Asset Management (DAM) senilai Rp1,5 triliun. Dengan tambahan modal tersebut, ID Food dapat menyerap gula petani lebih optimal.
Direktur Utama ID Food, Ghimoyo, menegaskan skema ini memastikan harga beli sesuai harga acuan pembelian (HAP) yang ditetapkan pemerintah. “Dengan dukungan permodalan ini, ID Food dapat lebih optimal menyerap gula petani. Kami memastikan harga beli minimal sesuai HAP agar petani memperoleh kepastian pasar serta keuntungan yang layak,” ujarnya.
Penyerapan dilakukan terhadap gula dari pabrik gula PT PG Sinergi Gula Nusantara (SGN) maupun pabrik gula milik ID Food. Fokus tetap pada gula petani tebu yang belum terserap pasar, sehingga pasokan di gudang pabrik dapat mengalir ke pasar tanpa menekan harga di tingkat produsen.
Menurut Ghimoyo, kebijakan ini sejalan dengan mandat ID Food sebagai BUMN pangan yang menjaga stabilitas harga komoditas strategis. Selain melindungi petani dari gejolak harga, penyerapan gula juga ditujukan mendukung keberlanjutan produksi gula nasional.