REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti, ada kecenderungan masyarakat menahan daya beli dan memindahkan uangnya pada instrumen investasi yang dinilai prospektif dan terjaga nilainya. Hal ini dapat dilihat dari data simpanan tabungan dan beberapa indikator investasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner bulan Agustus 2025 melaporkan, simpanan masyarakat di perbankan terus meningkat. Tabungan dalam bentuk Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mencapai Rp 9.294 triliun per Juli 2025, tumbuh 7,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), dan tren naiknya terus meningkat.
“Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 7,7 persen year-on-year, meningkat dari bulan Juni yang tumbuh 6,96 persen year-on-year, sehingga total DPK mencapai Rp 9.294 triliun,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae.
Menurutnya, kenaikan ini menunjukkan penghimpunan dana masyarakat masih kuat. Namun demikian, tren ini perlu diwaspadai karena pertumbuhan kredit cenderung melambat. Meski OJK menilai rasio kredit terhadap DPK atau Loan to Deposit Ratio (LDR) tetap stabil, berada di kisaran 86 persen.
Dian mengatakan likuiditas industri perbankan juga berada pada level memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (ALNCD) mencapai 119,43 persen, sementara rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (ALDPK) berada di 27,08 persen. Keduanya jauh di atas ambang batas yang ditetapkan masing-masing 50 persen dan 10 persen.
Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai 205,26 persen. Angka ini mencerminkan perbankan memiliki bantalan likuiditas yang cukup dalam menghadapi dinamika pasar. Sementara itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat 25,88 persen, lebih tinggi dibandingkan posisi Juni 2025 yang berada di 25,81 persen.
