Kamis 04 Sep 2025 13:30 WIB

Pemerintah Susun Perpres Baru Perlindungan Pekerja Migran, Sasar Agen Nakal dan Biaya Ilegal

Perlindungan PMI harus menyeluruh.

Kemenko PM menggelar lokakarya untuk menampung masukan terkait Perpres perlindungan pekerja migran.
Foto: Kemenko PM
Kemenko PM menggelar lokakarya untuk menampung masukan terkait Perpres perlindungan pekerja migran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah bersama organisasi masyarakat sipil (OMS) mulai merancang aturan baru dalam bentuk peraturan presiden (perpres) untuk melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Perpres yang tengah disusun ini ditargetkan mampu menutup celah praktik agen nakal dan biaya penempatan ilegal yang selama ini membebani calon PMI.

Lokakarya konsultasi digelar Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) bersama belasan OMS dan akademisi pada Kamis (4/9/2025). Agenda ini menjadi tindak lanjut atas berakhirnya masa berlaku Perpres 130 Tahun 2024 per 31 Desember 2024, sekaligus momentum peralihan koordinasi isu PMI dari Kemenko Perekonomian ke Kemenko PM sejak Maret 2025.

Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Perlindungan Pekerja Migran, Leon Alpha Edison, menegaskan keterlibatan OMS penting agar aturan baru tidak sekadar formalitas.

“Pemerintah berkomitmen penuh untuk melindungi dan memberdayakan pekerja migran kita, para Pekerja Migran Indonesia. Aturan lama sudah berakhir, dan sekarang adalah momentum untuk membuat aturan baru yang jauh lebih baik dan lebih manusiawi dengan melibatkan semua unsur di luar pemerintah,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (4/9/2025).

Menurut Leon, perlindungan PMI harus menyeluruh, mulai dari proses rekrutmen di kampung halaman, saat bekerja di luar negeri, hingga kembali ke tanah air. “Sesuai arahan Presiden, tugas ini sekarang dikoordinasikan oleh Kemenko Pemberdayaan Masyarakat. Kami ingin memastikan perlindungan bagi PMI itu total, dari hulu sampai hilir,” katanya.

Data tahun 2024 mencatat sekitar 3,9 juta PMI bekerja di luar negeri dengan remitansi mencapai 15,7 miliar dolar AS atau Rp248,8 triliun. Meski berkontribusi besar pada perekonomian nasional, PMI masih menghadapi tantangan serius seperti praktik agensi perekrutan ilegal, biaya penempatan tinggi, dan keterbatasan akses jaminan sosial di negara tujuan.

“Kita semua sering dengar masalah di lapangan. Ada biaya penempatan yang mahal, calo atau agensi nakal, hingga perlindungan jaminan sosial seperti BPJS yang sulit diakses. Ini yang mau kita bereskan,” kata Leon.

Fokus Perpres baru mencakup standar ketat bagi agensi perekrutan (P3MI) lengkap dengan sanksi, skema pembiayaan ringan bagi calon PMI, serta integrasi pelatihan keterampilan dan bahasa sesuai kebutuhan pasar global. Selain itu, pemerintah akan memperkuat program kewirausahaan dan akses kerja bagi purna PMI agar mereka tetap berdaya di tanah air.

“Masukan dari rekan-rekan OMS sangat penting. Mereka adalah mata dan telinga kita di lapangan. Aturan baru ini harus lahir dari suara mereka, bukan hanya dari balik meja kementerian. Intinya, kami ingin setiap warga negara yang bekerja di luar negeri merasa aman, dihargai, dan negara benar-benar hadir untuk mereka,” lanjut Leon.

Konsultasi publik ini akan berlanjut dengan melibatkan akademisi, asosiasi, dan sektor swasta sebelum Perpres pengganti rampung disusun. “Komitmen saya sangat jelas bahwa pemerintah tidak boleh bekerja secara business as usual pada proses pembentukan regulasi yang berdampak bagi penghidupan publik. Saya percaya regulasi berkualitas lahir dari proses partisipatif. Ke depan, perumusan juga akan melibatkan lintas kementerian/lembaga dan dunia usaha,” kata Leon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement