REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ikhwan, mengatakan International Sustainability Forum (ISF) 2025 yang akan digelar pada Oktober mendatang menjadi momentum penting untuk membangun strategi baru menarik investasi ke Indonesia, khususnya di sektor berkelanjutan.
Menurut Nurul, sebelum 2024 strategi investasi Indonesia cenderung seperti “tangan di bawah” saat mencari investor. “Kita selalu bilang ayo investasi di Indonesia, bawa teknologi, bawa modal, bawa akses terhadap pasar global. Tapi namanya investor itu pasti intinya mencari keuntungan. Karena investment is not charity, ini bukan sedekah, bukan amal jariah, ini bisnis. Jadi dia harus cari keuntungan,” ujar Nurul saat konferensi pers Kickoff Meeting and Media Briefing Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Ia menambahkan, keuntungan bagi investor kini semakin terkait dengan kesadaran pasar terhadap produk ramah lingkungan. Pasar global, kata dia, mulai menghargai barang yang sedikit lebih mahal tetapi memiliki nilai proteksi terhadap lingkungan.
“Kita jangan berpikir kalau Indonesia bisa memproduksi barang murah, tapi kemudian ada persoalan orang utan, pekerja di bawah umur, atau listrik dari batubara. Itu selalu jadi kampanye negatif terhadap iklim investasi kita,” sambung Nurul.
Ia mengingatkan, laporan World Economic Forum menempatkan faktor lingkungan sebagai salah satu risiko ekonomi terbesar di masa depan. Hal ini mendorong pemerintah dan pelaku usaha menyesuaikan strategi bisnisnya. “Yang kita lakukan adalah peningkatan komprehensif, misalnya mengedepankan peran untuk mengurangi emisi karbon, bahkan menjadikan Indonesia pusat carbon capture, storage, and utilization,” ujarnya.
Nurul menyebut regulasi dan undang-undang terkait sudah tersedia, namun pemerintah masih menunggu proses pemberian insentif bagi bisnis yang bergerak di bidang tersebut. Ia menekankan, transisi energi tetap menjadi fokus, termasuk penggunaan batubara yang emisinya dapat ditangkap dan disimpan agar tidak mencemari atmosfer.
Selain itu, Nurul juga menyoroti peran Danantara sebagai kekuatan baru dalam ekosistem investasi hijau. “Ketika ada industri yang berhubungan dengan ekosistem baterai, Danantara menyiapkan skema investasi hijau di sektor tersebut. Tahun ini saja sekitar 7–8 miliar dolar AS harus diinvestasikan,” ujarnya.
Ia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto mendorong penyatuan energi dan sumber daya untuk menghasilkan program konkret dan signifikan. “Energi itu disatukan lewat Danantara dan sinkronisasi program pemerintah, supaya investasi yang masuk benar-benar berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan,” kata Nurul.
View this post on Instagram