Rabu 02 Jul 2025 16:45 WIB

Usulan BI untuk RAPBN 2026: Ekonomi Tumbuh 4,7—5,5 Persen, Nilai Tukar Rp 16.000—16.500

BI sebut ekspor dan investasi masih jadi tantangan pertumbuhan tahun depan.

Suasana rapat kerja dengan Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/6). Rapat kerja tersebut membahas Asumsi Dasar Makro Sektor ESDM RAPBN Tahun Anggaran 2021, Penetapan Asumsi Dasar Makro Sektor ESDM RAPBN Tahun Anggaran 2021 dan Pengantar Pagu Indikatif RKP K/L dan RKA K/L Tahun Anggaran 2022.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Suasana rapat kerja dengan Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/6). Rapat kerja tersebut membahas Asumsi Dasar Makro Sektor ESDM RAPBN Tahun Anggaran 2021, Penetapan Asumsi Dasar Makro Sektor ESDM RAPBN Tahun Anggaran 2021 dan Pengantar Pagu Indikatif RKP K/L dan RKA K/L Tahun Anggaran 2022.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan sejumlah usulan dari bank sentral mengenai proyeksi asumsi makro ekonomi untuk tahun 2026. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan berkisar di antara 4,7—5,5 persen.

“Proyeksi kami untuk 2026 sebagai masukan kami untuk penyusunan RAPBN 2026, kisaran pertumbuhan ekonomi 4,7—5,5 persen, nilai tukar rata-rata Rp 16.000—Rp 16.500, dan inflasi 1,5—3,5 persen (2,5±1 persen),” kata Perry dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan dan DPR RI pada Selasa (1/7/2025).

Baca Juga

Perry mengatakan, BI memang berfokus pada ketiga asumsi tersebut: pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar rupiah. Menurut analisis yang dilakukan, asumsi-asumsi tersebut ditetapkan berdasarkan sejumlah faktor, baik dari global maupun domestik.

Dari sisi global, Perry menjelaskan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mengalami perlambatan, dari tahun 2024 sebesar 3,3 persen, menjadi 3,0 persen pada 2025 dan 2026.

Ia mengungkapkan, permasalahannya adalah penurunan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan terjadi di negara-negara mitra dagang Indonesia. Seperti AS yang diperkirakan pertumbuhan ekonominya turun dari 2,8 persen menjadi 2,1 persen, bahkan bisa menyentuh 1,8 persen. Kemudian, pertumbuhan ekonomi di China dari tahun lalu 5 persen, diproyeksikan bisa turun ke level 4,6 persen. Eropa dan Jepang juga diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

“Intinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perlu extra effort, tidak hanya negosiasi dengan AS dan China, tetapi juga memperluas (pasar) dengan Asean dan negara-negara lain karena ekspor adalah sumber pertumbuhan yang besar bagi perekonomian nasional,” jelasnya.

Perry melanjutkan, dari segi kebijakan suku bunga, pada tahun ini The Federal Reserve diperkirakan bakal menurunkan dua kali suku bunganya, dari level 4 persen menjadi 3,5 persen. Hanya saja permasalahannya, utang AS terpantau membesar karena defisit yang naik dari 6,4 persen menjadi 7 persen, sehingga US Treasury 10 tahun bakal naikdan tetap tinggi sebesar 4,7 persen.

“Ini akan juga memberikan beban biaya untuk menerbitkan SBN (surat berharga negara) bagi pembiayaan fiskal,” ujarnya.

Kemudian mengenai dolar AS, Perry menuturkan, dolar AS memang saat ini cukup stabil, tetapi ketidakpastian global tetap penuh gejolak. Greenback bisa saja naik terus, sehingga BI dan pemerintah perlu terus menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah.

Adapun, berkaca pada tahun ini, Perry mengatakan, tahun 2025 ekonomi tumbuh kurang lebih di level 5 persen dengan kisaran 4,6—5,4 persen. Menurutnya, konsumsi swasta masih terbilang positif, namun perlu upaya yang ekstra dalam mendorong investasi dan ekspor.

“Yang menjadi isu adalah bagaimana mendorong investasi dan ekspor, sehingga tahun depan kami perkirakan pertumbuhan ekonomi kisarannya 4,7—5,5 persen, titik tengahnya 5,1 persen. Apakah bisa lebih besar? Yang kami perhitungkan di sini adalah lebih banyak dampak dari melambatnya ekonomi global yang menyebabkan ekspor tahun depan akan turun,” terangnya.

Perry mencatat ada lima langkah yang bisa dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Yakni, pertama, memperluas ekspor ke berbagai negara. Kedua, mendorong investasi dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Ketiga, stimulus fiskal yang lebih besar. Keempat, digitalisasi, dan yang kelima yakni BI terus bergerak pada arah kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement