REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Biaya pengiriman gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) global melonjak ke titik tertinggi dalam delapan bulan terakhir. Kenaikan tersebut dipicu oleh terbatasnya ketersediaan kapal tanker serta meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Tarif angkutan Atlantik untuk kapal bermesin dua tak yang mampu mengangkut 174.000 meter kubik LNG—jenis kapal paling umum digunakan—dinilai sebesar 51.750 dolar AS per hari pada Senin (17/6/2025). Angka ini merupakan yang tertinggi sejak 3 Oktober 2024, menurut data Spark Commodities.
Di kawasan Pasifik, tarif untuk jenis kapal yang sama juga melonjak menjadi 36.750 dolar AS per hari, tertinggi sejak 25 Oktober 2024.
“Kenaikan tarif angkutan LNG ini sebagian besar disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan kapal. Hal ini dipicu oleh pergeseran sinyal harga kargo LNG dari Amerika Serikat,” kata Analis Spark Commodities, Qasim Afghan.
“Sentimen pasar terkait konflik di Timur Tengah turut memperburuk kondisi,” lanjutnya.
Selain faktor geopolitik, permintaan kapal meningkat setelah Mesir mengumumkan tender untuk pembelian hingga 160 kargo LNG hingga 2026.
Pada Februari lalu, tarif pengiriman LNG sempat menyentuh titik terendah dalam lima tahun akibat meningkatnya jumlah armada global dan tingginya harga di Eropa yang membuat kargo AS cenderung bertahan di Atlantik. Waktu tempuh yang lebih singkat kala itu turut meningkatkan ketersediaan kapal tanker.
Namun, dalam dua pekan terakhir, pengiriman LNG ke Eropa dan Asia menjadi sama menguntungkannya. Hal ini membuat kargo spot terdorong untuk dikirim ke Asia melalui Tanjung Harapan, meningkatkan durasi pelayaran dan mengurangi jumlah kapal yang tersedia untuk disewa.
Konflik antara Israel dan Iran, yang melibatkan saling tembak rudal, juga menimbulkan kekhawatiran bahwa Iran dapat menutup Selat Hormuz sebagai bentuk pembalasan lanjutan. Situasi tersebut menyebabkan pemilik kapal menunda penyewaan, sehingga menekan ketersediaan dan mendorong tarif naik lebih tinggi.
Biaya asuransi untuk tanker LNG yang melintasi Selat Hormuz juga meningkat drastis. Tiga sumber perdagangan menyebutkan bahwa premi risiko perang telah melonjak hingga lima kali lipat sejak pecahnya konflik antara kedua negara.
Sekitar 20 persen pasokan minyak dan gas global melewati Selat Hormuz yang terletak di antara Iran dan Oman. Qatar—salah satu eksportir LNG terbesar dunia—mengirimkan hampir seluruh ekspornya melalui selat strategis tersebut.