Senin 02 Jun 2025 13:03 WIB

KNKT: Penanganan Truk ODOL Perlu Kolaborasi Lintas Kementerian

Tahap awal bisa dimulai dari proyek-proyek pemerintah dan BUMN.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Petugas gabungan Polri dan Kemenhub mengarahkan sebuah truk untuk memasuki Jembatan Timbang di Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (11/3/2022).
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Petugas gabungan Polri dan Kemenhub mengarahkan sebuah truk untuk memasuki Jembatan Timbang di Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (11/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto, menyatakan bahwa penanganan truk over dimension over load (ODOL) membutuhkan dukungan dan keterlibatan berbagai kementerian serta lembaga negara.

Menurut dia, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kemenko Bidang Ekonomi, Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Keuangan, hingga Korlantas Polri harus berkolaborasi untuk mengatasi dampak dari truk ODOL sesuai kewenangan masing-masing.

Baca Juga

“Kita harus buat peta jalan atau perencanaan untuk beberapa tahun ke depan dalam menertibkan truk kelebihan dimensi dan muatan dan harus dijalankan secara konsisten,” ujar Soerjanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (2/6/2025).

Ia menambahkan, tahap awal bisa dimulai dari proyek-proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang tidak boleh lagi menggunakan truk kelebihan dimensi dan muatan. Menurutnya, langkah ini dapat segera diterapkan karena sepenuhnya berada dalam kontrol pemerintah.

“Akan tetapi, hal ini pun gagal dilaksanakan. Kenyataan sebenarnya, pengemudi dan pemilik truk, mereka juga tidak senang dengan kondisi ini,” sambung Soerjanto.

Ia menjelaskan, penggunaan truk ODOL justru membuat kendaraan cepat rusak dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Para pengemudi truk, kata dia, sebenarnya menginginkan operasional normal asalkan biaya operasional mereka tercukupi.

“Menurut para pengemudi truk, mengendarai truk kelebihan dimensi dan muatan sangat mengerikan. Ibaratnya, kalau direm Senin, berhentinya Sabtu,” ucapnya.

Soerjanto juga menekankan bahwa prioritas utama dalam penertiban truk ODOL adalah pemberantasan praktik premanisme dan pungutan liar (pungli). Biaya pungli ini sangat membebani transporter dan pengemudi, bahkan bisa mencapai 15–35 persen dari total ongkos angkut, tergantung daerah dan jenis barang.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa program penertiban truk ODOL harus direncanakan dan dipersiapkan secara menyeluruh, dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti asosiasi pengusaha angkutan barang, asosiasi pengemudi truk, pemerintah, dan pemilik barang.

“Ini harus didukung pengalihan angkutan darat ke moda kereta dan kapal,” kata Soerjanto.

Ia mengungkapkan, sudah ada upaya pengalihan distribusi air minum dalam kemasan di wilayah Sukabumi dari truk ke kereta api. Namun, ia mengakui bahwa upaya tersebut masih menemui kendala secara ekonomi dan tetap membutuhkan dukungan dari berbagai pihak secara konsisten.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement