REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq meminta pelaku usaha perkebunan sawit untuk melakukan koordinasi dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), lanjutnya, akan memastikan pelaku industri sawit tunduk pada standar operasional yang tinggi, transparan, dan sejalan dengan praktik-praktik berkelanjutan sebagaimana yang diterapkan pada anggota Gapki, sehingga besar kemungkinan perusahaan meraih apresiasi dari pemerintah.
"Ke depan, kami akan mendorong agar setiap perusahaan sawit wajib menjadi anggota Gapki. Karena, untuk bisa mendapatkan Proper hijau, salah satu syaratnya adalah tergabung dalam Gapki," kata Hanif dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal itu penting untuk memastikan seluruh pelaku industri kelapa sawit tunduk pada standar operasional yang tinggi, transparan, dan berkelanjutan.
Hal itu dinyatakan Menteri LH sesuai meninjau perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota Gapki di Kalimantan Barat dalam menghadapi musim kemarau serta mencegah karhutla.
Menurutnya, kesiapan di tingkat daerah sangat menentukan keberhasilan upaya pencegahan karhutla secara nasional, mengingat kondisi geografis dan sebaran lahan yang begitu luas.
"Oleh karenanya, menjadi penting untuk merekatkan hubungan yang sangat dinamis terutama dengan Gapki dan seluruh stakeholder terkait," tegas Hanif dalam agenda Konsolidasi Kesiapsiagaan Personil dan Peralatan Pengendalian Karhutla.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gapki M Hadi Sugeng menyatakan seluruh perusahaan yang menjadi anggota Gapki berkomitmen untuk menjalankan langkah-langkah konkret dalam menghadapi musim kemarau dan mitigasi karhutla, termasuk di wilayah Kalimantan Barat.
Sebanyak 752 perusahaan yang menjadi anggota Gapki, lanjutnya, telah diwajibkan untuk mematuhi regulasi yang berlaku dan memastikan seluruh sumber daya, personil dan peralatan agar selalu kondisi siap siaga.
Selain itu, Gapki juga melibatkan masyarakat sekitar dalam upaya pencegahan, karena percaya pengelolaan risiko kebakaran tidak bisa dilakukan sendiri.
Pencegahan karhutla lainnya, tambah Sugeng, yakni dengan melakukan modifikasi cuaca serta memetakan area rawan titik api dan memastikan tersedianya sumber air di area tersebut.