REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menekankan pentingnya mengedepankan pembinaan dan sanksi administratif bagi pelaku UMKM yang melanggar aturan. Penerapan sanksi pidana sebaiknya menjadi upaya terakhir.
"Undang-Undang Pangan adalah aturan yang lebih rinci dan relevan dalam kasus seperti ini. Oleh karena itu, penerapan sanksi pidana sebaiknya menjadi upaya terakhir atau ultimate remedium," katanya dalam siaran pers kementerian di Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Pernyataan Menteri Maman itu telah disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Jakarta, Kamis (15/5). Ini menjadi respons terhadap kasus hukum yang tengah dihadapi pelaku UMKM Mama Khas Banjar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Maman menegaskan bahwa proses penegakan hukum pidana terhadap usaha mikro sebaiknya menjadi pilihan terakhir.
Ia menilai, dalam kasus pelabelan pangan dengan risiko rendah atau sedang, pendekatan administratif akan lebih proporsional dan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang dianggap sebagai lex specialis atau hukum khusus dibandingkan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang bersifat lebih umum.
Lebih lanjut, Maman menjelaskan bahwa langkah ini bukan merupakan pembelaan atas kesalahan, melainkan sebuah refleksi atas perlunya penyempurnaan mekanisme penertiban dan pembinaan UMKM.
"Ini bagian dari introspeksi kami. Kementerian UMKM bertanggung jawab penuh dalam konteks permasalahan ini dan akan memperbaiki sistem perlindungan serta pembinaan terhadap UMKM," katanya.
Ia juga menyoroti bahwa pengusaha UMKM, seperti "Mama Khas Banjar", umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum dan keterampilan administratif yang memadai. Oleh karena itu, pendekatan hukum terhadap UMKM perlu dibedakan dengan penanganan terhadap usaha menengah dan besar.