Senin 05 May 2025 10:00 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal I 2025 Diperkirakan di Bawah 5 Persen 

Proyeksi yang lebih rendah itu terjadi di tengah lemahnya permintaan rumah tangga.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartai I 2025 diproyeksikan berada di bawah 5 persen, menurut Laporan Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) ‘Monthly Economic Insights April 2025’.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartai I 2025 diproyeksikan berada di bawah 5 persen, menurut Laporan Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) ‘Monthly Economic Insights April 2025’.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartai I 2025 diproyeksikan berada di bawah 5 persen, menurut Laporan Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) ‘Monthly Economic Insights April 2025’. 

“Pertumbuhan ekonomi di Q1 2025: Kami memperkirakan bahwa pertumbuhan PDB Q1 Indonesia akan mencapai 4,93 persen YoY, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya,” kata Senior Chief Economist Samuel Sekuritas Indonesia Research Fithra Faisal Hastiadi dalam keterangannya, Senin (5/5/2025). 

Baca Juga

Fithra mengatakan, proyeksi yang lebih rendah itu terjadi di tengah lemahnya permintaan rumah tangga dan investasi. Data tersebut, kata dia, menunjukkan perlunya stimulus struktural dan peningkatan kepercayaan domestik. 

“SSI Research memperkirakan pertumbuhan PDB Q1 2025 sedikit di bawah estimasi consensus karena permintaan domestik yang tidak optimal meskipun pengeluaran musiman meningkat,” terangnya. 

Angka yang lemah tersebut, lanjutnya, mengikuti tren perlambatan ekonomi global, di tengah konsumsi swasta yang lemah, momentum investasi yang lamban, dan tekanan global yang terus-menerus.

Ia menerangkan, penerapan kembali tarif era Presiden AS Donald Trump yang mencapai 32 persen untuk barang-barang Indonesia bukan sekedar bab lain dalam cerita tentang ketegangan perdagangan global, namun juga pukulan berat kepada sektor-sektor berorientasi ekspor, khususnya manufaktur, minyak kelapa sawit, elektronik, dan tekstil. 

Selain tekanan global, ekonomi domestik juga mengirimkan sinyal bahayanya sendiri. Manufaktur mengalami kontraksi yang parah pada bulan April: PMI S&P Global Indonesia anjlok ke angka 46,7. Itu merupakan penurunan paling tajam sejak Agustus 2021 dari posisi bulan Maret di 52,4. Output mencatatkan penurunan terdalam dalam hampir empat tahun, dan pesanan baru baik domestik maupun asing menyusut setelah empat bulan berturut-turut mengalami pertumbuhan. Kontraksi itu merupakan simbolis bahwa kondisi ketenagakerjaan menurun. 

Sementara itu, inflasi utama meningkat menjadi 1,95 persen (yoy) pada bulan April, melampaui perkiraan SSI Research sebesar 1,3 persen. Inflasi inti naik menjadi 2,50 persen mencerminkan adanya tekanan dari inflasi impor dan berakhirnya subsidi listrik sementara. 

“Dibandingkan dengan pertumbuhan 5,02 persen yang dibukukan pada tahun 2024, tahun 2025 dimulai dengan agak mengecewakan,” kata dia. Eva Rianti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement