REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga meskipun ekonomi global sedang menghadapi tantangan dan kecenderungan pertumbuhan yang tidak merata (divergence).
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan perbedaan arah pertumbuhan ekonomi global tercermin dari kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS) yang di bawah ekspektasi, sedangkan China justru mencatatkan pertumbuhan di atas perkiraan. “Volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi serta risiko geopolitik yang cenderung meningkat,” kata Mahendra dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK), Jumat (11/4/2025).
Mahendra menyampaikan, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 3,1 persen dan 3 persen pada 2026. Menurut dia, penurunan ini disebabkan oleh hambatan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan ekonomi yang masih berlangsung.
OECD juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,9 persen pada 2025. Mahendra menilai penurunan ini masih sejalan dengan perbandingan negara-negara peer di kawasan maupun di luar kawasan Indonesia.
Adapun di Amerika Serikat, Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat tumbuh sebesar 2,4 persen. Namun, pada kuartal I-2025, bank sentral AS (The Fed) memproyeksikan pertumbuhan PDB akan terkontraksi. Data juga menunjukkan aktivitas ekonomi melambat dan tingkat pengangguran meningkat menjadi 4,2 persen.
“the Fed tetap mempertahankan tingkat suku bunganya dan akan memangkas Fed Funds Rate hanya satu hingga dua kali di tahun 2025,” pungkas Mahendra.
Sementara itu, pemerintah China telah meluncurkan stimulus untuk mendorong konsumsi dari sisi permintaan. Stimulus tersebut menunjukkan tanda-tanda perbaikan, antara lain peningkatan penjualan ritel dan kendaraan bermotor.
Dari dalam negeri, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2025 tercatat sebesar 1,03 persen. Inflasi tahunan juga terkendali di level 2,48 persen, yang menurut Mahendra mencerminkan permintaan domestik cukup baik. Meski demikian, ia mengingatkan agar tetap mencermati sejumlah indikator permintaan yang mulai moderat.
Ia juga menekankan bahwa kinerja perekonomian nasional tetap solid, tercermin dari tinjauan berkala lembaga pemeringkat internasional. Moody’s mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level Baa2 dengan outlook stabil. Sementara itu, Fitch juga menetapkan rating Indonesia di level BBB dengan outlook stabil.
“Hal itu merepresentasikan keyakinan global terhadap fundamental ekonomi Indonesia dan kebijakan yang diambil mampu menjaga ketahanan sektor keuangan di tengah kondisi ketidakpastian global,” ujar Mahendra