REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan pada perdagangan hari ini. Penguatan mata uang Garuda terjadi seiring dengan meredanya ekspektasi pasar mengenai kemungkinan resesi AS.
Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 49,50 poin atau 0,29 persen menuju level Rp 16.823 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (10/4/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.872 per dolar AS.
“Pasar mengurangi beberapa ekspektasi untuk resesi AS. Namun, prospek ekonomi jangka pendek tetap tidak pasti, dengan risalah rapat Federal Reserve bulan Maret menunjukkan para pembuat kebijakan gelisah atas inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat,” kata Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).
Ibrahim mengatakan, sementara kekhawatiran akan resesi mereda usai Trump mengumumkan perpanjangan 90 hari untuk memberlakukan putaran tarif timbal balik terbarunya, pasar masih tetap waspada terhadap agenda kebijakannya. Terutama mengingat perubahan sikapnya baru-baru ini mengenai tarif.
“Perang dagang yang meningkat dengan Tiongkok juga menghadirkan hambatan ekonomi yang berkelanjutan bagi AS, mengingat negara tersebut masih menjadi mitra dagang utama,” ujarnya.
Perang dagang AS-China diketahui memanas, setelah Trump menaikkan tarif terhadap negara tersebut hingga 125 persen, suatu kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Beijing telah membalas tarif Trump pada Rabu dengan mengenakan tarif balasan sebesar 84 persen pada barang-barang AS. Baik Washington maupun Beijing tidak menunjukkan niat untuk meredakan ketegangan, dengan pejabat China bersumpah untuk ‘berjuang sampai akhir’.
Sedangkan dampak tarif AS yang tinggi, membuat ekspor China lebih murah. Namun, ekonomi China menghadapi peningkatan hambatan dari tarif AS. Data yang dirilis sebelumnya pada Kamis menunjukkan inflasi konsumen dan produsen Negeri Panda menyusut lebih dari yang diharapkan pada bulan Maret, yang mencerminkan beberapa dampak dari agresi perdagangan China-AS.
Sementara itu, dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan, geopolitik di Timur Tengah dan Eropa yang kian memanas dibarengi dengan gendering perang dagang dapat meningkatkan ketidakpastian global yang memengaruhi ekonomi Indonesia, terutama pada kondisi fluktuasi nilai tukar rupiah.
“Walaupun Pemerintah dan Bank Indonesia terus melakukan intervensi di pasar guna untuk menstabilkan mata uangnya, namun Pemerintah dan BI punya keterbatasan dalam mengatasi ketidakpastian ekonomi,” ungkapnya.
Ibrahim mengatakan, pemerintah telah mengakui perang dagang berpotensi meningkatkan harga barang impor. Meski tidak banyak komponen produk yang dibuat di AS dan diekspor ke negara lain sebagai bahan baku lanjutan, harganya bisa naik. Kenaikan harga barang impor itu berpotensi menekan inflasi.
Selain itu, juga berdampak pada penurunan perdagangan internasional karena tarif tinggi yang membuat barang impor lebih mahal. Negara-negara di kawasan seperti Asean yang bergantung pada ekspor ke negara-negara besar, kata Ibrahim dapat mengalami penurunan keuntungan dalam berdagang, sehingga bisa berpotensi berpengaruh pada kawasan ASEAN.
“Perusahaan yang terdampak perang dagang akan menyesuaikan rantai pasokan mereka, salah satunya mengalihkan produksi dari China ke negara lain guna menghindar dari tarif tinggi. Kemudian pemindahan produksi akan menciptakan peluang baru bagi negara Asean, namun juga menimbulkan tantangan baru seperti kesiapan infrastruktur dan kebijakan perdagangan,” terang Ibrahim.
Dia melanjutkan, perang dagang sering memperburuk hubungan diplomatik antar negara besar, stabilitas politik, dan kerja sama ekonomi kawasan. Negara-negara di kawasan harus menghadapi tantangan dalam menjaga hubungan baik dengan semua pihak yang terlibat. Apalagi penyelesaian konflik perang dagang perlu negosiasi diplomatik yang kompleks dan menghabiskan banyak waktu.
Berdasarkan analisis Ibrahim dalam melihat kondisi pasar dan berbagai sentimen yang ada, pergerakan rupiah diprediksi akan melanjutkan penguatan pada perdagangan selanjutnya, Jumat (11/4/2025).
“Untuk perdagangan besok, (diprediksi) mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.750—Rp 16.830 per dolar AS,” tutupnya.