Kamis 10 Apr 2025 12:25 WIB

Soal Pernyataan Prabowo yang Minta Kuota Impor Dihapus, Mentan Amran Bilang Begini  

Amran menunjukkan berbagai perkembangan positif di sektor pangan.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman merespons pernyataan Prabowo soal dihapuskannya kuota impor. (ilustrasi)
Foto: Kementan
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman merespons pernyataan Prabowo soal dihapuskannya kuota impor. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada awal pekan ini, Presiden Prabowo Subianto, sempat membuat pernyataan agar aturan kuota impor produk yang bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak, sebaiknya dihapus. Sektor yang berkaitan erat dengan apa yang dikatakan Presiden itu, salah satunya Kementerian Pertanian (Kementan).

Dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (9/4/2025), Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman diminta merespons hal ini. Ia tidak mengelaborasi sisi teknis kata-kata Prabowo tersebut. Mentan langsung pada sasaran yang ingin dicapai. "Pokoknya kita lakukan yang terbaik untuk Indonesia, itu prinsipnya. Terbaik untuk Republik ini, perintah Presiden," kata Amran, dikutip Kamis (10/4/2025).

Baca Juga

Ia lalu mengarahkan fokus pada target-target penting lainnya. Menurut Mentan, aksi konkret dari penegasan Presiden, seperti pemberantasan korupsi, pemberantasan mafia. Tidak ada lagi praktik kolusi. "Itu kan poin pentingnya," ujarnya. 

Amran kemudian menyinggung sejumlah upaya Kementan yang memberantas mafia Pupuk. Pun demikian dengan minyak goreng. Sasarannya agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. "Sudah kita bekerja untuk rakyat. Presiden meminta berpihak pada rakyat kecil. Titik. Tanpa membedakan suku, agama, darimana ia berasal," kata Mentan.

Amran menunjukkan berbagai perkembangan positif di sektor pangan. Dimulai dari serapan Perum Bulog yang naik 2.000 persen. Lalu produsi beras yang tertinggi Selamat tujuh tahun terakhir. "Mau produksi, atau mau omon-omon. Sudahlah ga usah basa-basi," katanya. 

Di tempat terpisah, Pengamat Pertanian Khudori turut berbicara terkait pernyataan Presiden di atas. Ia melihat ada pihak yang memaknai hal itu sebagai langkah untuk membuka impor seluas-luasnya. Impor tidak perlu lagi diatur-atur alias dibebaskan. Tidak ada lagi kuota-kuotaan. Semua diserahkan kepada mekanisme pasar.  

"Hemat saya, tafsir atau pemaknaan ini tidak tepat," kata tokoh dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) itu, dikutip Kamis (10/4/2025).

Jika perintah Presiden dimaknai demikian, menurutnya  bertolak belakang dengan semangat kemandirian, semangat swasembada yang diusung Asta Cita. Presiden juga berulangkali menyebut dunia menuju proteksionisme. "Oleh karena itu, hemat saya, pernyataan Presiden harus dibaca sebagai perintah untuk tetap melindungi produsen dalam negeri tanpa harus menggunakan instrumen kuota," ujar Khudori.

Dalam konteks pangan, lanjut dia, tentu bagaimana melindungi petani, peternak, pekebun, dan nelayan dari produk impor yang mematikan, tanpa menggunakan kuota. Makna ini amat faktual. Selain gelombang proteksionisme sejumlah negara ketika ada krisis, perang atau gejolak politik, harga pangan di pasar dunia tidak selalu mencerminkan daya saing. 

Harga pangan di pasar dunia bersifat distortif, baik karena subsidi, dukungan domestik maupun subsidi ekspor. Ini yang membuat harga pangan di pasar dunia murah. Khudori menekankan argumen harga pangan domestik mahal, yang kemudian menjadi dalih memuluskan impor, harus dibaca secara hati-hati. 

"Karena di balik dalih itu kehidupan jutaan petani, peternak, pekebun, dan nelayan dipertaruhkan. Hemat saya, perintah Presiden harus dimaknai para pembantunya di kabinet ihwal perlunya mencari instrumen selain kuota untuk melindungi produsen domestik, termasuk memastikan kecukupan pangan," tuturnya.

Mengapa demikian? Menurut Khudori, karena kuota itu tidak transparan. Bahkan seringkali menjadi ajang favoristime kelompok tertentu di satu sisi dengan menganaktirikan kelompok lainnya. Belum lama ini sejumlah demonstran menyatroni Kemendag dan Kejaksaan Agung. Mereka mempersoalkan kuota impor bawang putih yang ditengarai hanya diberikan ke kelompok tertentu. Sementara importir dan pelaku usaha yang sudah puluhan tahun berbisnis bawang putih justru 2-3 tahun ini tidak mendapatkan jatah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement