Selasa 08 Apr 2025 10:47 WIB

Ekonom: Indonesia Punya Penyangga Kuat Respons Tensi Pasar Global

Fleksibilitas dan ketahanan domestik bisa jadi nilai jual utama pasar Indonesia.

Jurnalis mengamati papan perdagangan di hari pertama pembukaan Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (8/4/2025), setelah libur Lebaran.
Foto: Republika/Prayogi
Jurnalis mengamati papan perdagangan di hari pertama pembukaan Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (8/4/2025), setelah libur Lebaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan di tengah tensi global yang meningkat, pasar domestik Indonesia diyakini memiliki penyangga (buffer) yang kuat. Andry menuturkan penyangga yang kuat dimiliki Indonesia adalah permintaan di dalam negeri yang stabil selama Ramadhan dan kesiapan Bank Indonesia (BI) untuk intervensi nilai tukar rupiah dengan cadangan devisa yang berada di level baik.

“Meskipun tensi global meningkat, pasar domestik punya buffer kuat lewat intervensi Bank Indonesia (BI) dan kestabilan permintaan domestik selama Ramadhan," kata Andry, Selasa (8/4/2025).

Baca Juga

Bank Indonesia diperkirakan akan tetap hadir di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang diproyeksi bergerak di kisaran Rp 16.610 hingga Rp 16.840 per dolar AS hari ini. Nilai tukar rupiah pada penutupan 26 Maret 2025 menguat tipis sebesar 0,12 persen ke level Rp 16.560 per dolar AS. Sejauh tahun berjalan, rupiah tercatat melemah sebesar 2,84 persen. Namun penguatan menjelang libur menunjukkan bahwa pelaku pasar masih melihat fundamental domestik secara positif.

Sebelum libur panjang Lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,59 persen ke level 6.510,62 dengan aliran dana asing mencatat net inflow sebesar Rp 623,6 miliar. Meskipun IHSG masih terkoreksi 8,04 persen secara year to date, penguatan jelang libur menjadi sinyal positif bahwa pelaku pasar masih menaruh kepercayaan terhadap prospek jangka menengah.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah tenor 10 tahun dalam rupiah turun signifikan sebesar 12,2 bps menjadi 7 persen. Di saat yang sama, yield obligasi pemerintah dalam dolar AS naik tipis menjadi 5,32 persen.

Meskipun pasar global sedang bergejolak, pembukaan kembali pasar Indonesia hari ini membawa angin segar dan peluang baru. Dengan kebijakan moneter yang responsif dan fundamental ekonomi yang tetap solid, Indonesia berpeluang menjaga stabilitas dan bahkan menarik keuntungan dari perubahan peta perdagangan global.

“Saat dunia dihantui ketidakpastian, fleksibilitas dan ketahanan domestik justru menjadi nilai jual utama pasar Indonesia," ujar Andry.

Setelah libur panjang, pasar keuangan Indonesia kembali dibuka pada Selasa (8/4/2025) dengan ekspektasi positif meskipun dihadapkan pada tantangan eksternal berupa memanasnya tensi perdagangan global. Investor domestik bersiap mencermati arah pasar setelah dinamika global yang sempat mengguncang pasar saham dunia.

Salah satu pemicu utama gejolak global adalah pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan tarif impor baru. Trump menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk semua impor dan tarif lebih tinggi untuk negara-negara tertentu, seperti China (34 persen), Vietnam (46 persen), dan Uni Eropa (20 persen).

Langkah ini memicu kekhawatiran akan pecahnya perang dagang baru yang berdampak pada inflasi global dan mendorong naiknya imbal hasil obligasi. Namun, respons negara-negara terdampak menunjukkan dinamika menarik. China merespons dengan memberlakukan tarif 34 persen untuk semua impor asal AS mulai 10 April. Di sisi lain, Vietnam mengambil pendekatan berbeda.

Situasi semakin memanas setelah Trump mengancam akan menaikkan tarif menjadi 50 persen terhadap impor dari China jika China tidak mencabut tarif balasan mereka sebelum 8 April. Kondisi ini mendorong volatilitas pasar global, namun di sisi lain juga membuka peluang reposisi strategi perdagangan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia

Pasar saham AS sendiri ditutup melemah pada Senin (7/4/2025), dengan indeks Dow Jones turun 0,91 persen dan S&P 500 terkoreksi 0,23 persen, menyusul kekhawatiran atas eskalasi perang dagang. Investor global kini menantikan sejumlah rilis data penting pekan ini, termasuk data inflasi AS (CPI Maret) yang diperkirakan berada di level 2,6 persen secara tahunan dan inflasi inti 3 persen.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement