REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno menilai kosongnya kursi duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) tidak akan memengaruhi proses negosiasi kebijakan tarif AS nanti. Menurut dia, tim delegasi yang akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu mampu melakukan negosiasi dalam pertemuan tingkat tinggi dengan pihak AS mengingat jabatan yang setara menteri.
“Ya kita kan kalau begini (proses negosiasi) udah high level (pertemuan tingkat tinggi) ya,” kata Havas usai konferensi pers di Jakarta, Senin (7/5/2025).
Ia mengatakan bahwa jabatan duta besar Indonesia untuk AS masih belum terisi disebabkan karena adanya pergantian pemerintahan. Selain itu, pihaknya turut optimistis proses negosiasi bakal berjalan lancar. Meski demikian, Havas menilai terlalu awal untuk memprediksi capaian target tarif AS yang akan disetujui dari hasil negosiasi nanti.
Pemerintah Indonesia saat ini telah mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa dalam perundingan untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington D.C.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai jalur diplomasi dipilih sebagai solusi yang saling menguntungkan tanpa mengambil langkah retaliasi terhadap kebijakan tarif resiprokal tersebut. Namun Pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan lebih dulu dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 mendatang untuk menyamakan sikap.
“Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN,” ujar Airlangga.
Dalam pertemuannya dengan pelaku usaha, Pemerintah Indonesia menyatakan telah menyiapkan beberapa paket negosiasi. Pertama, Indonesia bakal mengajukan revitaslisasi perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA).
“Karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangani di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong (revitalisasi) berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” ucap Airlangga.
Kedua, Pemerintah akan memberikan proposal deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Kemudian, evaluasi terkait pelarangan dan pembatasan brang-barang ekspor maupun impor AS.
Solusi ketiga yang coba dibawa Indonesia yaitu meningkatkan impor dan investasi dari AS lewat pembelian migas. Kemudian keempat, Pemerintah menyiapkan insentif fiskal dan non-fiskal melalui beberapa strategi seperti penurunan bea masuk, PPh impor, atau PPN impor untuk mendorong impor dari AS serta menjaga daya saing ekspor ke AS.
“Terkait dengan tarif dan bagaimana kita meningkatkan impor, bagaimana dengan impor ekspor kita yang bisa sampai 18 miliar dolar AS diisi dengan produk-produk yang kita impor, termasuk gandum, katun bahkan juga salah satunya adalah produk migas,” ujar Airlangga.
