REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan, gejolak di pasar modal belakangan ini lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen global dan persepsi investor, bukan karena melemahnya fundamental ekonomi. Direktur Utama BEI, Iman Rachman mengatakan, stimulus yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam beberapa hari terakhir cukup berdampak, meskipun hasilnya membutuhkan waktu untuk benar-benar terasa.
"Stimulus yang dilakukan oleh OJK saya rasa cukup signifikan. Baru berjalan dua hari, jadi tentu butuh waktu untuk melihat hasilnya,"ujar Iman dalam acara Buka Puasa Bersama Media Pasar Modal Indonesia di Jakarta, Senin (24/3/2025).
Sementara itu, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menyebut, tekanan di pasar modal sudah terasa sejak kuartal IV tahun lalu dan berlanjut hingga awal tahun ini. "Dari awal tahun, kita melihat penurunan suku bunga Bank Indonesia hingga pengumuman perang dagang oleh Amerika Serikat. Indeks kita terus mengalami tekanan yang cukup besar, tetapi belakangan sudah mulai terlihat tanda-tanda pemulihan," kata Jeffrey.
Ia juga mencatat bahwa selama kuartal I tahun ini, terdapat 10 perusahaan baru yang mencatatkan saham di BEI. Selain itu, jumlah investor pasar modal bertambah 850 ribu orang, sehingga totalnya kini mencapai lebih dari 15,7 juta investor.
Jeffrey menjelaskan, meskipun ada arus modal keluar (capital outflow) sebesar Rp30 triliun dari pasar modal Indonesia, kondisi ini masih dapat diimbangi oleh investor domestik dan ritel. Saat ini, investor ritel berkontribusi hampir 40 persen terhadap transaksi harian di bursa. Namun, ia menekankan pentingnya peran investor institusi domestik untuk menyerap saham yang dilepas oleh investor asing.
"Peran investor institusi domestik sangat dibutuhkan, karena dalam skala tertentu, kita tidak bisa hanya mengandalkan investor ritel," tegasnya.
Ia juga menambahkan, pasar modal Indonesia telah melalui berbagai krisis besar dalam 30 tahun terakhir dan selalu berhasil bangkit. "Jika kita melihat ke belakang, pasar modal Indonesia sudah mengalami berbagai krisis, mulai dari 1998, 2008, 2018, hingga 2020. Namun, kita selalu mampu melewati tantangan tersebut dan kembali tumbuh lebih kuat. Itu yang kita harapkan setelah dinamika ini berakhir," ujar Jeffrey.
Dengan kondisi ini, regulator dan pelaku pasar diharapkan terus mendorong stabilitas dan pertumbuhan pasar modal Indonesia agar tetap menjadi pilihan investasi yang menarik bagi investor domestik maupun asing.
Dian Fath Risalah