REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rupiah terus mengalami pelemahan yang dalam. Pada perdagangan hari ini, Selasa (25/3/2025), pergerakannya bahkan telah menembus ke level Rp 16.600 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 36 poin atau 0,22 persen menuju level Rp 16.603,5 per dolar AS pada Selasa pukul 12.20 WIB. Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.567,5 per dolar AS.
Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, ada sejumlah sentimen yang memengaruhi tertekannya Mata Uang Garuda. Dari eksternal atau luar negeri, kondisi ketegangan geopolitik di Timur Tengah menjadi pemicunya.
“Secara eksternal geopolitik terus memanas dimana Amerika Serikat mengancam Iran, sudah memberikan ultimatum perang, atau menghentikan reaktor nuklirnya, artinya ini suatu ancaman untuk negara-negara Timur Tengah bahwa AS siap melakukan penyerangan terhadap Iran,” ujar Ibrahim kepada wartawan melalui pesan suara, Selasa.
Di sisi lain, lanjutnya, Israel melakukan genosida tahap kedua di Jalur Gaza yang begitu besar. Langkah itu bahkan mendapatkan kritikan dari banyak masyarakat Israel dengan melakukan demonstrasi.
“Tapi kita lihat Israel sendiri menganggap bahwa Jalur Gaza adalah wilayahnya, sehingga terus melakukan pengeboman,” ujarnya.
Selain itu juga tentang masalah Yaman Haiti yang terus melakukan penyerangan secara masif terhadap kapal-kapal yang berlayar di Laut Hitam. Sehingga hampir 80 persen kapal-kapal daganga yang berlayar di Laut Hitam berbelok menggunakan Laut Afrika, sehingga biaya transportasi menjadi meningkat.
“Transportasi begitu naik tinggi dan akan membuat biaya cukup mahal, dan harga pun akan naik. Ini yang akan membuat inflasi kembali naik,” terangnya.
Sentimen eksternal lainnya adalah mengenai bea impor tambahan yang akan diberlakukan AS pada 2 April 2025. Kebijakan itu akan memberatkan pasar, sehingga harga komoditas yang terkena akan kembali mengalami kenaikan.
Intervensi pemerintah ke pasar modal
Sementara itu, dari dalam negeri, Ibrahim mengungkapkan adanya sejumlah faktor yang menyebabkan rupiah terus mengalami tekanan. Ia menyebutkan bahwa pasar merasa khawatir adanya intervensi pemerintah ke dalam pasar modal.
“Dari segi internal, kita tahu bahwa permasalahan Danantara, permasalahan tentang ucapan-ucapan Presiden yang mengatakan bahwa saham adalah judi, kemudian Indeks Harga Saham Gabungan jatuh tidak ada hubungan dengan masyarakat kelas bawah dan lain-lain, ini juga membuat frustasi bagi para investor. Sehingga banyak dana asing keluar dari pasar modal Indonesia,” ungkapnya.
Ibrahim mengatakan, pembentukan kepengurusan BPI Danantara pada Senin (24/3/2025) juga dinilai membuat dana asing kembali keluar. Sebab, khawatir intervensi pemerintah kian kuat ke pasar modal.
“Karena kita melihat pemerintah terus melakukan intervensi. Apalagi Bareskrim sudah membuat statement bahwa Bareskrim akan mengawasi pasar modal. Adanya intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar modal dianggap tidak aman bagi investor. Investor menginginkan pemerintah dan lembaga-lembaga tertentu mengawasi saja. Itu (intervensi pemerintah) yang membuat rupiah mengalami pelemahan,” jelasnya.