Ahad 23 Mar 2025 14:31 WIB

Dolar Pulih Pascakeputusan The Fed, Rupiah Kembali Sentuh Rp 16.500 

Pelemahan rupiah terjadi seiring dengan pulihnya dolar AS.

Rep: Eva Rianti   / Red: Gita Amanda
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah hingga menyentuh level Rp 16.500 per dolar AS, (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah hingga menyentuh level Rp 16.500 per dolar AS, (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah hingga menyentuh level Rp 16.500 per dolar AS pada perdagangan akhir pekan ini. Pelemahan rupiah terjadi seiring dengan pulihnya dolar AS pasca The Fed memutuskan mempertahankan suku bunganya.

Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 16,50 poin atau 0,10 persen menuju Rp 16.501,5 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (21/3/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.485 per dolar AS. 

Baca Juga

“Dolar pulih dari kerugian pasca-Fed karena pasar semakin yakin bank sentral akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama tahun ini, bahkan ketika mempertahankan proyeksi pemotongan 50 basis poin pada tahun 2025,” kata Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Jumat (21/3/2025) lalu. 

Ibrahim mengatakan, pasar terlihat mempertahankan lebih sedikit peluang suku bunga turun dalam waktu dekat. Terutama karena The Fed tidak mengubah suku bunga pada pekan ini. 

Kemudian, data klaim pengangguran menunjukkan ketahanan di pasar tenaga kerja, yang merupakan salah satu pertimbangan The Fed untuk pemotongan suku bunga. 

“Selain itu, para pedagang sebagian besar mengabaikan seruan berulang Presiden AS Donald Trump agar Fed memangkas suku bunga. Trump pada hari Kamis mengatakan ‘akan sangat bagus’ jika Fed segera memangkas suku bunga,” ujarnya. 

Ibrahim menuturkan, The Fed tidak mengisyaratkan niat seperti itu selama pertemuannya baru-baru ini, menandai meningkatnya ketidakpastian atas ekonomi, tarif Trump, dan lintasan inflasi. Fed juga menaikkan perkiraan inflasi 2025 dan memangkas prospek pertumbuhannya.

Selain itu, sentimen eksternal lainnya yang memengaruhi pergerakan rupiah adalah berkaitan dengan perang dagang AS-China. Departemen Keuangan Amerika Serikat pada Kamis mengumumkan sanksi baru terkait Iran, yang untuk pertama kalinya menargetkan kilang minyak independen China diantara entitas dan kapal lain yang terlibat dalam memasok minyak mentah Iran ke China. 

“Sanksi tersebut merupakan putaran keempat yang dijatuhkan Washington terhadap Iran sejak Presiden AS Donald Trump pada bulan Februari berjanji untuk memberlakukan kembali kampanye ‘tekanan maksimum’ terhadap Teheran, dengan berjanji untuk menekan ekspor minyak negara tersebut hingga mencapai titik nol,” terangnya. 

Sentimen internal 

Sementara itu, dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan, fluktuasi rupiah pada hari ini terjadi seiring adanya rilis lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service yang menetapkan peringkat kredit atau sovereign credit rating (SCR) Indonesia pada level Baa2 dengan outlook stabil. 

Itu dinilai menunjukkan lembaga pemeringkat Moody's menilai ekonomi Indonesia tetap resilien, didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil dan solid serta kredibilitas kebijakan moneter dan fiskal yang terjaga. Moody's menilai bahwa permintaan domestik yang kuat khususnya dari konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 dan 2026.

Keberlanjutan kebijakan untuk mendorong daya saing sektor manufaktur dan komoditas juga dinilai berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Ibrahim menyebut, menurut Moody's, penguatan pada aspek pendapatan pemerintah dan fleksibilitas fiskal, peningkatan pertumbuhan dan daya saing ekonomi, serta pendalaman pasar keuangan turut menjadi faktor-faktor yang akan memberikan peluang peningkatan SCR Indonesia ke depan.

Ibrahim melanjutkan, adapun Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan hal tersebut didukung oleh komitmen otoritas dalam menjaga kredibilitas serta memperkuat sinergi kebijakan guna memastikan stabilitas makroekonomi tetap terjaga.  

Koordinasi tersebut mencakup beberapa area, yaitu terkait kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak dari dinamika global dan mendorong pembiayaan ekonomi melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).   

BI turut memberikan dukungan dalam mengakselerasi transformasi digital pemerintah dan memperkuat hilirisasi dan ketahanan pangan.  Selain itu, BI juga terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.  

“Dalam laporan Moody’s yang terbit pada 20 Maret 2025 tersebut, menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia tetap kuat didukung dengan keunggulan sumber daya alam dan bonus demografis,” ujar Ibrahim. 

Menurut proyeksi Ibrahim, dengan beragam sentimen yang ada, baik dari global maupun domestik, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melanjutkan pelemahan pada perdagangan pekan depan. “Untuk perdagangan Senin (24/3/2025), mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.490—Rp 16.550 per dolar AS,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement