Rabu 19 Mar 2025 14:53 WIB

BI: Ketidakpastian Global Tetap Tinggi Akibat Tarif AS yang Makin Luas

Di Amerika Serikat, kebijakan tarif impor berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
BI memandang ketidakpastian global akan tetap tinggi akibat kebijakan tarif impor AS yang makin meluas. (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
BI memandang ketidakpastian global akan tetap tinggi akibat kebijakan tarif impor AS yang makin meluas. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memandang ketidakpastian global akan tetap tinggi akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang makin meluas.

"Di Amerika Serikat, kebijakan tarif impor berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, di tengah meningkatnya pemberian insentif fiskal. Sementara, laju penurunan inflasi tidak secepat yang diperkirakan," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers "Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Maret 2025" di Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Baca Juga

Perry melanjutkan ekonomi Eropa, Jepang, dan India juga terkena dampak rambatan kebijakan tarif impor Amerika Serikat tersebut, di tengah permintaan domestiknya yang belum meningkat akibat keyakinan usaha yang rendah dan ekspor yang melambat.

Sementara itu, pelemahan pertumbuhan ekonomi China sebagai akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat tersebut tertahan dengan kebijakan pelebaran defisit fiskal 2025 dari yang ditargetkan. "Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diperkirakan sebesar 3,2 persen," kata dia.

Di pasar keuangan global, ketidakpastian masih berlanjut yang diwarnai oleh penurunan imbal hasil (yield) US Treasury dan melemahnya indeks mata uang dolar Amerika Serikat di tengah ketidakpastian penurunan suku bunga AS atau Fed Funds Rate (FFR).

Aliran modal global yang semula terkonsentrasi ke Amerika Serikat bergeser sebagian ke komoditas emas dan obligasi di negara maju dan negara berkembang.

Sementara itu, portofolio investasi saham masih terkonsentrasi ke negara maju kecuali Amerika Serikat dan belum masuk ke negara emerging market. "Tetap tingginya ketidakpastian global tersebut memerlukan respons kebijakan yang tepat dan terkoordinasi dengan baik untuk memperkuat ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," kata Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement