Kamis 06 Mar 2025 17:18 WIB

Kebijakan Tarif AS Masih Jadi Sentimen yang Menekan Pergerakan Rupiah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Petugas menghitung uang dolar AS di tempat penukaran valuta asing.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas menghitung uang dolar AS di tempat penukaran valuta asing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan pada perdagangan Kamis (6/3/2025). Pengamat mengatakan, pergerakan fluktuatif Mata Uang Garuda masih dipengaruhi oleh dinamika kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 27 poin atau 0,17 persen menuju level Rp 16.339,5 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (6/3/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di Rp 16.312 per dolar AS.

Baca Juga

"Gedung Putih mengumumkan pada hari Rabu pengecualian selama satu bulan dari tarif baru sebesar 25 persen yang dikenakan pada impor kendaraan dari Meksiko dan Kanada. Namun sentimen masih tetap rapuh karena Presiden AS Donald Trump tidak membuat pengecualian dalam tarif 20 persennya terhadap Tiongkok, yang memicu kemarahan dan pembalasan dari Beijing," kata Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).

Ibrahim menyebut, sumber yang mengetahui diskusi tersebut mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump dapat menghapus tarif 10 persen pada impor energi Kanada, seperti minyak mentah dan bensin, yang mematuhi perjanjian perdagangan yang ada.

Sementara, Gedung Putih mengatakan Trump terbuka untuk mempertimbangkan lebih banyak pengecualian tarif setelah berlaku pada Selasa. Adapun laporan Bloomberg menunjukkan bahwa Trump berencana untuk mengecualikan produk pertanian tertentu dari tarif yang dikenakan pada Kanada dan Meksiko.

Selain itu, Ibrahim mengatakan, investor mencerna janji-janji tentang lebih banyak langkah stimulus dari Tiongkok yang disampaikan pada pertemuan pemerintah tingkat tinggi minggu ini, guna untuk menyegarkan ekonominya yang melambat, dengan menetapkan target pertumbuhan PDB 2025 sekitar 5 persen.

"Pasar sekarang menunggu lebih banyak isyarat tentang suku bunga AS, dengan data utama penggajian nonpertanian untuk Februari yang akan dirilis pada Jumat. Setiap tanda-tanda kekuatan yang terus-menerus di pasar tenaga kerja memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama, yang merupakan hal positif bagi dolar," jelasnya.

Sentimen Dalam Negeri

Sementara itu, dari dalam negeri atau internal, Ibrahim menyampaikan pelemahan rupiah terjadi seiring dengan data Badan Puaat Statistik (BPS) yang mencatatkan terjadi deflasi pada dua bulan di tahun 2025.

"Deflasi yang terjadi pada Januari dan Februari 2025 menjadi salah satu hedline di berbagai media. Deflasi terjadi karena kebijakan diskon tarif listrik bagi pelanggan dengan daya di bawah 2.200 VA. Daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih," ujarnya.

Namun, walaupun terjadi deflasi, pemerintah optimisi pertumbuhan ekonomi 2025 di perkirakan di 5,1 persen. Selain itu, disinflasi dari sisi penawaran tercermin dari penurunan rata-rata 7,7 persen secara tahunan pada inflasi yang diatur pemerintah di bulan Januari-Februari. Tecermin juga dari inflasi energi yang mengalami kontraksi rata-rata 16 persen secara tahunan pada periode yang sama. Harga bahan makanan pokok dan bahan makanan tidak tahan lama juga turun.

Sementara itu, inflasi inti melampaui inflasi umum yang naik 2,5 persen secara tahunan. Hal itu menandakan kekuatan dari sisi permintaan yang stabil. Seiring dengan berlalunya dampak subsidi listrik, inflasi umum akan kembali menuju ke target Bank Indonesia (BI) sebesar 1,5 persen-3,5 persen.

"Dengan terjadinya deflasi selama dua bulan di awal 2025, BI diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan. Meski begitu, langkah menurunkan BI Rate itu masih dihantui kondisi kurs rupiah yang rentan dan sempat terjatuh paling dalam sejak pandemi Covid-19," ungkapnya.

Ibrahim menuturkan, laju pertumbuhan mengalami tekanan karena tiga gebrakan yang dibuat Presiden Prabowo Subianto. Ketiga program itu adalah program quick wins, efisiensi belanja, dan pembentukan Danantara yang dinilainya akan memunculkan risiko baru. Di sisi lain, daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akan menghambat ruang pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak.

"(Diperkirakan) untuk perdagangan besok (Jumat, 7 Maret 2025) mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.320-Rp 16.370 per dolar AS," tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement