Selasa 18 Mar 2025 18:02 WIB

Bursa Asing Tetap Hijau, Faktor Domestik Dinilai Jadi Penyebab IHSG Anjlok

Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia sempat dihentikan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (28/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Sekjen Perkumpulan Profesi Pasar Modal Indonesia (Propami) Boris Sihar Sirait menilai, kondisi ambruknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai lebih dari 5 persen berasal dari faktor dalam negeri. Hal itu dinilai terlihat dari kondisi bursa negara lainnya yang mayoritas tetap hijau.

“Di bursa-bursa lain hijau kan, tidak merah ya, jadi kemungkinan besar faktor dalam negeri ya, faktor luar/asing tidak ada,” ujar Boris dalam agenda Edukasi Wartawan mengenai Makro Ekonomi dan Pengaruhnya terhadap Pasar Modal Indonesia yang diadakan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) secara daring, Selasa (18/3/2025).

Baca Juga

Pandangan tersebut juga mengomparasikan pada kondisi indeks di akhir 2024 yang lalu. Pada saat itu, kondisi IHSG memang merah, seiring dengan kondisi tantangan global yang beragam, rerata indeks mengalami kebakaran.

“Karena kalau kita bicara tahun lalu yang dari September sampai Desember, bukan hanya pasar kita yang turun, tetapi tetangga-tetangga kita turun juga,” ungkapnya.

Namun, Boris mengatakan, mengenai kejelasan faktor domestik yang menyebabkan pasar saham runtuh hari ini belum bisa dipastikan. Sebab, perlu penelaah lebih dalam melalui data-data yang kredibel.

As always kalau ada sesuatu di capital market kadang-kadang enggak bisa dijelaskan, dan beritanya akan baru bisa dikonfirmasi nanti setelah ada berita resmi. Kalau bicara tahun 2020 pernah juga ada trading halt beberapa kali karena memang masalah Covid-19, itu kan orang sudah tahu dasarnya apa, nah kalau hari ini kita belum tahu kejadian apa yang membuat ini,” jelasnya.

Boris menekankan, yang jelas ketika terjadi trading halt hingga sebegitu dalamnya, ia menyebut biasanya ada berita-berita berhubungan dengan ekonomi. Publik tinggal perlu menunggu kejelasan berita-berita tersebut.

“Mungkin baru bisa ketahuan, bisa di hari ini atau besok,” ujar dia.

Diketahui, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan bursa pada Selasa (18/3/2025). Hal itu dilakukan imbas terjadinya penurunan yang dalam pada pergerakan IHSG.

“Kami menginformasikan bahwa hari ini, Selasa 18 Maret 2025 telah terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di PT BEI pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan IHSG mencapai 5 persen,” tulis BEI dalam keterangan resmi, Selasa (18/3/2025).

Langkah tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor : Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.

“Perdagangan akan dilanjutkan pukul 11:49:31 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan,” terang BEI.

Sementara itu, Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai IHSG memburuk dikarenakan beragam isu yang menjadi atensi publik. Mulai dari kondisi defisit yang melebar pada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) hingga credit rating Indonesia yang turun.

“Ada beberapa isu penyebab IHSG memburuk. Pertama, akibat hasil APBN Februari yang buruk dan outlook fiskal yang berat di 2025,” kata Wijayanto dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).

Kedua, yakni akibat kebijakan pemerintah yang tidak realistis dan tanpa teknokrasi yang jelas. Ketiga, akibat berbagai isu mega korupsi yang merusak trust (kepercayaan publik).

Kemudian, keempat, terkait dwi fungsi ABRI yang dikhawatirkan menimbulkan protes besar. Kelima, yakni kekhawatiran credit rating Indonesia akan turun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement