Rabu 05 Mar 2025 11:35 WIB

OJK Susun Tiga Aturan Terkait Tata Kelola Industri Asuransi

Aturan itu adalah dua Rancangan POJK dan satu Rancangan Surat Edaran OJK.

Ilustrasi asuransi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusun tiga rancangan aturan mengenai tata kelola industri asuransi.
Foto: dok Freepik
Ilustrasi asuransi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusun tiga rancangan aturan mengenai tata kelola industri asuransi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa pihaknya kini sedang menyusun tiga rancangan aturan mengenai tata kelola industri asuransi. Ketiga rancangan aturan tersebut terdiri dari dua Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) dan satu Rancangan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (RSEOJK).

“Di sisi kebijakan industri PPDP, OJK sedang menyusun RPOJK tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi serta Rancangan POJK tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Syariah,” kata Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers RDK OJK Bulanan Februari 2025, dikutip di Jakarta, Rabu (5/3/2025).

Baca Juga

Ia menyatakan bahwa kedua RPOJK tersebut untuk menyempurnakan ketentuan mengenai Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI).

Sejumlah ketentuan tersebut termasuk batasan investasi pada pihak terkait bagi subdana PAYDI dan aset non-PAYDI mengacu pada karakteristik risiko masing-masing, penyertaan langsung pada perusahaan yang tidak tercatat di bursa efek, serta penyesuaian ketentuan investasi subdana PAYDI pada reksa dana.

Selain kedua RPOJK tersebut, Ogi menuturkan bahwa pihaknya juga sedang menyusun RSEOJK tentang Asuransi Kesehatan yang akan memperkuat tata kelola penyelenggaraan asuransi kesehatan.

Ia menyampaikan bahwa surat edaran tersebut antara lain akan mengatur penguatan sumber daya manusia (SDM) perusahaan mencakup tenaga medis, tenaga ahli asuransi kesehatan, dan Medical Advisory Board; serta pengembangan sistem informasi dalam asuransi kesehatan, pengenaan co-insurance, penawaran produk asuransi kesehatan dengan fitur coordination of benefit.

Surat edaran tersebut juga akan mengatur penguatan proses underwriting mencakup aturan waiting period dan medical check up sebelum penutupan asuransi kesehatan.

Ogi menyatakan bahwa pembentukan Medical Advisory Board merupakan salah satu best practices di tingkat global dengan tujuan untuk memberikan nasihat, pendapat, dan untuk melakukan telaah utilisasi (utilization review) sehingga proses underwriting produk asuransi kesehatan menjadi lebih baik.

Sementara terkait skema coordination of benefit atau koordinasi manfaat, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1366/2024 tertanggal 10 September 2024 yang mengatur mengenai hal tersebut.

Namun, mekanisme teknis dari penerapan skema tersebut masih perlu diatur lebih lanjut, salah satunya melalui surat edaran OJK. Melalui skema tersebut, seorang nasabah dapat menerima manfaat dari dua atau lebih asuransi, dalam konteks ini adalah dari BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta.

“Diharapkan dengan adanya skema coordination of benefit, ekosistem kesehatan menjadi semakin kuat dan lebih banyak pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses dan layanan kesehatan,” imbuh Ogi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement