REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menindaklanjutinya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 dengan melakukan efisiensi anggaran. Aklimatisasi bujet itu dibahas dan disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, pada Kamis (13/2/2025) malam.
"Pagu awal Badan Pangan Nasional Rp 329,95 miliar. Kemudian menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 serta surat Menteri Keuangan Nomor S-75, Badan Pangan Nasional mengalami efisiensi Rp 160,9 miliar atau sekitar 48,76 persen, sehingga pagu Badan Pangan Nasional menjadi Rp 169,05 miliar," urai Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.
Menurut Arief, budget yang diefisienkan terdiri dari alat tulis kantor (ATK) sejumlah Rp 6,41 miliar atau 81,27 persen; kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya Rp 8,58 miliar atau 48 persen; kajian, analisis, diklat, dan bimtek Rp 11,08 miliar atau 35 persen, dan honor output kegiatan jasa profesi Rp 7,55 miliar atau 39,48 persen.
Selanjutnya sewa gedung, kendaraan, dan peralatan Rp 500 juta atau 8,31 persen; lisensi aplikasi Rp 1,48 miliar atau 76,74 persen; jasa konsultan Rp 0,6 miliar atau 100 persen; bantuan pemerintah Rp 15,62 M atau 64,34 persen; pemeliharaan dan perawatan Rp 0,34 miliar atau 5 persen; perjalanan dinas Rp 86 miliar atau 67,86 persen; peralatan dan mesin Rp 2,9 miliar atau 78,49 persen, dan infrastruktur Rp 19,8 miliar atau persen.
Kendati begitu, setelah efisiensi ini NFA tetap berkomitmen mengimplementasikan program-program andalan yang berkaitan dengan stabilisasi, kerawanan, kewaspadaan, penganekaragaman konsumsi, dan keamanan pangan. Misalnya saja program stabilisasi seperti Gerakan Pangan Murah (GPM) baik pelaksanaan oleh pusat maupun daerah melalui dana dekonsentrasi ke 38 provinsi, Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) dengan target 1.000 ton, dan enumerator panel harga pangan yang didukung 1.053 orang se-Indonesia.
Ada pula bantuan pangan bencana 26.800 paket, penyaluran beras fortifikasi 1.944 paket, dan penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) di 38 provinsi. Selanjutnya program promosi penganekaragaman konsumsi pangan tetap jadi prioritas diiringi dengan pengembangan usaha pengolahan pangan, serta sertifikasi dan registrasi juga pengawasan keamanan pangan segar.
Lebih lanjut, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menekankan gagasan terkait urgensi peningkatan kuantitas dari Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Dengan stok CPP yang mumpuni, tentunya berbagai program intervensi pemerintah dapat lebih lincah dan masif.
"Ke depan adanya peningkatan CPP dan ini harusnya masuk ke dalam anggaran. Yang berikutnya lagi adalah Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan. Jadi, kedua ini seperti permintaan Pimpinan Komisi IV, bahwa harusnya bisa masuk, sehingga pada periode yang akan datang, Badan Pangan Nasional bisa mengelolanya," tuturnya.
"CPP ini memang harus bisa kita pakai untuk intervensi pemerintah. Yang pertama untuk bantuan pangan kepada yang sangat memerlukan, seperti lansia dan lain-lain, usia tidak produktif. Kemudian untuk disaster (bencana alam). Bahkan bisa juga disalurkan untuk bantuan internasional. Ini penting sekali, buat kelangsungan pangan kita ke depan," ujar Arief, menutup pernyataannya.
Pada 2024 program bantuan pangan yang telah berhasil dijalankan antara lain bantuan pangan beras dan bantuan pangan penanganan stunting berupa paket telur dan daging ayam. Kemudian CPP untuk kebencanaan berupa suplai beras di tahun lalu telah tersalurkan sebanyak 446 ribu kilogram (kg).
Sementara CPP untuk kepentingan internasional, Indonesia terus berperan aktif dalam ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) sebagai antisipasi gejolak pangan di tingkat regional. Setidaknya komitmen Indonesia adalah siap menggelontorkan 12 ribu ton tatkala terdapat negara ASEAN yang membutuhkan bantuan pasokan beras.
Komisi IV DPR RI sendiri secara khusus meminta pemerintah yang menjadi mitra kerjanya, untuk terus bekerja keras agar efisiensi anggaran ini tidak mengganggu pelayanan publik dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Para wakil rakyat mendorong penghitungan ulang kebutuhan anggaran program-program prioritas yang berdampak langsung kepada masyarakat dan swasembada pangan. Ini dibarengi dengan dorongan agar program tersebut dapat dialokasikan kembali.