Selasa 14 Jan 2025 16:52 WIB

Pertamina Mulai Produksi B40, Percepat BBM Ramah Lingkungan

Kebijakan penerapan B40 dimulai sejak 1 Januari 2025.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Intan Pratiwi
Kilang Pertamina mulai produksi Biodiesel 40
Foto: Pertamina
Kilang Pertamina mulai produksi Biodiesel 40

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai Subholding Refining & Petrochemical mendukung program Pemerintah terkait penerapan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40. Kebijakan penerapan B40 dimulai sejak 1 Januari 2025.

Implementasi program mandatori B40 ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 40 Persen. KPI mulai menjalankan mandatori pemerintah untuk program B40 guna mendukung swasembada energi.

B40 merupakan campuran bahan bakar nabati berbasis CPO atau sawit, yaitu Fatty Acid Methyl Esters (FAME). FAME 40 persen, dan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar 60 persen.Langkah ini sejalan dengan agenda Asta Cita Presiden Prabowo Subianto terkait ketahanan dan swasembada energi, serta target Pemerintah mencapai net zero emission di tahun 2060 atau lebih cepat. Pemerintah bahkan menyiapkan rencana peningkatan lebih lanjut ke B50 pada 2026.

B40 sementara ini diproduksi di Kilang Plaju Sumatera Selatan dan Kilang Kasim Papua Barat Daya. Kesiapan sarana dan fasilitas di 2 kilang ini mendukung dijalankannya mandatori produksi B40. Produksi Biosolar diimplementasikan sejak program implementasi Biosolar B20 pada Januari 2019 lalu, yang terus ditingkatkan komposisinya secara bertahap menjadi B30 pada 2019, meningkat lagi menjadi B35 pada 2023, hingga saat ini menjadi B40 pada awal 2025.

Produksi B40 dari Kilang Plaju ditargetkan sebesar 119.240 kilo liter (KL) per bulan. Sementara untuk Kilang Kasim sebanyak 15.898 KL per bulan. Hari ini KPI melaksanakan penyaluran perdana BBM Biosolar B40 produksi dari Kilang Plaju di Sumatera Selatan sebanyak 5.000 KL dan Kilang Kasim di Papua Barat Daya sebanyak 4.600 KL.

Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman menyebut, kesiapan kilang dalam memproduksi B40 sebagai bentuk komitmen KPI untuk penyediaan energi yang lebih baik dari aspek lingkungan, aspek ekonomi, aspek sosial dan juga aspek keberlanjutan.

"Produksi Biosolar B40 ini tentunya juga akan menjadi kontribusi KPI dalam pencapaian Net Zero Emission di tahun 2060 atau lebih cepat, mendukung Sustainable Development Goals dalam menjamin akses energi yang terjangkau serta pada penerapan ESG,” kata Taufik, dalam keterangan resmi Pertamina, Selasa (14/1/2025)..

Taufik menyampaikan apresiasinya kepada seluruh stakeholder dan pekerja, atas dukungan yang telah diberikan untuk terealisasinya produk B40. VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menambahkan, perusahaan tengah menyiapkan proses peralihan B40 sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan untuk masyarakat. Proses ini diawali dari kesiapan produksi B40 di Kilang Pertamina Plaju dan Kilang Pertamina Kasim, hingga nantinya sampai ke konsumen melalui jalur distribusi SPBU Pertamina Patra Niaga.

"Melalui distribusi B40 ini, Pertamina Group berkomitmen mendukung program Pemerintah dalam mencapai swasembada energi, mendorong penggunaan energi terbarukan, serta menggerakkan perekonomian nasional," jelas Fadjar.

Dengan pemberlakukan mandatori kebijakan biodiesel 40 persen ini (B40), kuota pada 2040 naik menjadi 15,62 juta KL. Sebelumnya volume B35 pada 2024 sebesar 12,98 juta Kl. Data Kementerian ESDM menunjukkan, penghematan devisa dari penerapan B35 pada 2024 mencapai angka 7,78 miliar dolar Amerika Serikat (AS), kemudian B40 pada 2025 memberi nilai manfaat penghematan devisi 9,33 miliar dolar AS (Rp 147,5 triliun).

Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menerangkan, regulasi implementasi B40 ini sudah ditandatangani. "Termasuk alokasi ke masing-masing perusahaan yang membuat FAME (Fatty Acid Methyl Ester) dan juga perusahaan yang menjahit."

Ia mengatakan, pemerintah memperbaiki kadar air dalam penerapan B40 ini. "Sekarang kan kadar airnya 320, tapi masih ada langkah-langkah yang akan kita lakukan terkait dengana transportasi, karena kitra meningkatkan spek kapal, sehingga kadar airnya betul-betul seminimal mungkin," ujar Bahlil.

Jika berjalan baik, lanjut dia, maka pada 2026 pemerintah sudah harus mendorong implementasi B50. Jadi apa yang terjadi saat ini (B40), termasuk mempersiapkan menuju pencapaian target tahun depan. Itu sesuai arahan Presiden Prabowo.

"Kalau ini kita lakukan maka impor kita terhadap solar, Insya Allah dipastikan sudah tidak ada lagi di tahun 2026. Jadi skaligus ini bagian daripada perintah Bapak Presiden tentang ketahanan energi, mengurangi impor," tutur Bahlil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement