Kamis 09 Jan 2025 18:19 WIB

Jamin Ketersediaan Dalam Negeri, Pemerintah Perketat Ekspor Minyak Jelantah

Hingga Oktober 2024, ekspor limbah kelapa sawit mencapai 3,45 juta ton.

Warga menimbang sampah minyak jelantah di Bank Sampah Bumi Hijau, Balai RW Perumahan Cluster Verina, Kota Tangerang Selatan. Hingga Oktober 2024, ekspor limbah kelapa sawit mencapai 3,45 juta ton.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga menimbang sampah minyak jelantah di Bank Sampah Bumi Hijau, Balai RW Perumahan Cluster Verina, Kota Tangerang Selatan. Hingga Oktober 2024, ekspor limbah kelapa sawit mencapai 3,45 juta ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO). Pengetatan itu bertujuan untuk menjaga ketersediaan bahan baku industri dalam negeri.

Kebijakan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit. Permendag Nomor 2 Tahun 2025 mulai berlaku pada 8 Januari 2025.

Baca Juga

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, kebijakan ini ditempuh untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat. Selain itu juga, untuk mendukung implementasi penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).

"Kami menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) bagi industri minyak goreng dan mendukung implementasi B40. Namun, sekali lagi kami tegaskan, kepentingan industri dalam negeri adalah yang paling utama," ujar Budi dalam keterangan di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

Mendag menjelaskan, Permendag Nomor 2 Tahun 2025 mengatur mengenai Kebijakan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit residu, yaitu POME dan HAPOR, dan UCO, termasuk syarat untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE).

Berdasarkan Permendag 2 Tahun 2025 Pasal 3A, kebijakan ekspor produk turunan kelapa sawit berupa UCO dan Residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan pemerintah di bidang pangan.

Selain itu, pembahasan pada rapat koordinasi termasuk ada dan tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat persetujuan ekspor.

“Namun demikian, bagi para eksportir yang telah mendapatkan PE Residu dan PE UCO yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag Nomor 26 Tahun 2024, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE-nya masih tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir," kata Budi.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement