REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen secara resmi akan diberlakukan per 1 Januari 2025. Kenaikan ini tentu akan memengaruhi transaksi digital, seperti penggunaan uang elektronik, dompet digital, hingga pembayaran menggunakan QRIS.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti menjelaskan PPN akan dikenakan tidak pada jumlah pengisian saldo atau top-up, melainkan pada biaya layanan yang dikenakan oleh penyelenggara layanan uang elektronik dan dompet digital.
Sebagai contoh, jika seseorang mengisi ulang saldo dompet digital dengan biaya top-up Rp 1.500, dengan tarif PPN 12 persen, maka PPN yang harus dibayar hanya bertambah Rp 15, dari sebelumnya Rp 165 menjadi Rp 180.
“Walaupun nilai saldo yang di-top up berubah, PPN tetap dihitung hanya atas biaya jasa top-up tersebut. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir akan adanya perubahan besar pada biaya transaksi digital mereka,” kata Dwi Astuti dalam keterangan tertulisnya.
Sementara untuk transaksi yang melibatkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), ia memastikan pengenaan PPN tetap dihitung berdasarkan harga barang atau jasa yang dibeli, bukan metode pembayaran yang digunakan. Artinya, tidak ada perubahan pada pajak yang dikenakan meskipun konsumen menggunakan QRIS sebagai metode pembayaran.
Misalnya, jika seorang konsumen membeli barang seharga Rp 5 juta menggunakan QRIS, maka PPN yang dikenakan tetap dihitung berdasarkan harga barang, bukan jenis metode pembayaran. Dengan demikian, meskipun menggunakan QRIS, pajak yang dikenakan pada transaksi tersebut tidak berbeda dengan metode pembayaran lain seperti kartu kredit atau transfer bank.
Dwi juga menjelaskan, untuk layanan digital internasional seperti Netflix, Spotify, dan YouTube Premium, PPN tetap dikenakan sesuai dengan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean (PMSE) sebagaimana diatur dalam PMK 60/PMK.03/2022. Penyedia layanan platform ini sudah ditunjuk sebagai pemungut PPN, sehingga biaya berlangganan yang dibayarkan oleh pengguna sudah termasuk pajak yang dipungut langsung.
Meskipun tarif PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen, dampaknya pada transaksi digital tetap minimal. Pemerintah memastikan bahwa perubahan ini tidak akan mempengaruhi harga barang atau layanan secara signifikan, hanya sedikit menambah biaya transaksi.
“Pemerintah tetap berkomitmen untuk memastikan kebijakan pajak ini tidak membebani masyarakat, terutama mereka yang berpendapatan rendah,” tambah Dwi Astuti.
View this post on Instagram