REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) Bulan Desember 2024 menyoroti sederet dampak rencana kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump. Di antaranya mengenai perkiraan penurunan suku bunga AS yang berubah dari prediksi awal karena kebijakan yang lebih hawkish.
“Bacaan kami yang terakhir dalam dua hari ini kami berdiskusi, penurunan Fed Fund Rate 2025 kemungkinan masih sesuai perkiraan, tapi dengan pernyataan yang hawkish. Semula kan perkiraan masing-masing pada Maret 25 basis poin dan Mei 25 basis poin, itu kemudian mundur, yaitu menjadi Maret dan Juni,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Desember 2024 di Kompleks BI, Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Perry menerangkan, mundurnya waktu perkiraan penurunan FFR tersebut lantaran pernyataan The Fed yang belakangan cenderung hawkish. Di samping itu, rencana kebijakan tarif impor Presiden terpilih AS Donald Trump juga berdampak pada kondisi meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Perry menyebut, kebijakan AS diprediksi akan berdampak pada prospek imbal hasil US Treasury, baik untuk tenor 2 tahun maupun 10 tahun. Ia mengatakan, US Treasury 2 tahun dipengaruhi oleh FFR, sedangkan yang 10 tahun dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah AS.
“Yang tahun depan kami perkirakan defisitnya akan melebar menjadi 7,7 persen. Itu berdampak kepada prospek yield atau imbal hasil US Treasury, baik 2 tahun dan 10 tahun yang lebih tinggi,” ujar dia.
Sebagai contoh, Perry melanjutkan, pihaknya memperkirakan US Treasury 2 tahun di kuartal IV/2024 mencapai sekitar 4,2 persen bisa naik menjadi 4,5 persen pada akhir 2025. Sementara US Treasury 10 tahun yang sekarang sekitar 4,3 persen akan naik menjadi 4,7 persen pada tahun depan.
“US Treasury 2 tahun yang dulu kita perkirakan akan turun terus, sekarang akan juga kembali naik. Dampak yang lain adalah tentu saja dolar index yang sekarang sekitar 106—107, nampaknya ini juga masih akan tinggi,” terangnya.