Ahad 08 Dec 2024 23:39 WIB

Banggar: PPN 12 Persen untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Meski ada PPN 12 persen, negara pastikan barang yang dibutuhkan masyarakat tidak kena

Pedagang sembako melayani pembeli di Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (11/6/2024). Pemerintah memastikan PPN 12 persen tidak dikenakan pada barang yang dibutuhkan masyarakat.
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang sembako melayani pembeli di Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (11/6/2024). Pemerintah memastikan PPN 12 persen tidak dikenakan pada barang yang dibutuhkan masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyatakan, kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen bertujuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Said menjelaskan, negara membutuhkan penerimaan yang lebih tinggi untuk mendanai berbagai program yang dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, Pemerintah dan DPR menyepakati kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan diimplementasikan pada 2025 melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 2021.

"Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Said melalui keterangan, Ahad (8/12/2024).

Baca Juga

Meskipun ada penyesuaian tarif PPN, negara tetap memastikan bahwa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetap bebas dari PPN, di antaranya beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas; dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

"Selain barang-barang tersebut, semuanya dikenakan PPN menjadi 12 persen, termasuk pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas," kata Said.

Hal itu bertujuan agar masyarakat dalam kelompok ekonomi lebih tinggi bisa berkontribusi lebih banyak terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan digunakan untuk berbagai program sosial guna meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.

Namun, Said mengamini kontribusi PPnBM terhadap penerimaan negara tidak terlalu signifikan, dengan rata-rata sebesar 1,3 persen sepanjang 2013-2022. Artinya, bila PPN 12 persen hanya diterapkan pada barang mewah yang termasuk objek PPnBM, kemungkinan kurang mampu mendongkrak target penerimaan pajak 2025.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement