REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menghadapi dinamika unik, salah satunya adalah pola musiman yang memengaruhi inflasi. Direktur Group Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Seto Wardono menjelaskan, inflasi tidak hanya menjadi indikator ekonomi, tetapi juga mencerminkan perilaku musiman masyarakat dalam konsumsi.
“Inflasi seringkali memuncak di bulan-bulan tertentu, seperti Ramadan atau akhir tahun, karena peningkatan permintaan barang dan jasa. Sebaliknya, saat panen raya padi, biasanya terjadi deflasi akibat melimpahnya pasokan,” jelasnya dalam Workshop Media Nasional yang diselenggarakan LPS di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2024).
Mengacu pada data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indonesia pada Oktober 2024 tercatat sebesar 0,16 persen secara bulanan (mtm) setelah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut. Namun secara tahunan (yoy), inflasi turun menjadi 1,7 persen menunjukkan stabilitas harga di tengah dinamika global.
Meski inflasi terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia menghadapi tantangan dari kondisi eksternal. Perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, turut memengaruhi ekspor. Di sisi lain, fluktuasi harga komoditas global memberikan tekanan tambahan pada sektor-sektor domestik yang bergantung pada komoditas.
Namun demikian, konsumsi rumah tangga dan investasi tetap menjadi pilar utama dalam menjaga laju pertumbuhan. Pemerintah dan Bank Indonesia terus mengoordinasikan kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi di sektor riil.