REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Koordinator Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto, mengungkapkan, pemutusan hubungan kerja (PHK) masih membayangi para pekerja PT Sritex. Dia menyebut, bahan baku produksi perusahaan tersebut terus menurun sejak Sritex diputus pailit Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang bulan lalu.
Kaswanto mengatakan, pasca diputus pailit, bahan baku produksi PT Sritex semakin terbatas. Hal itu karena Bea Cukai membatasi aktivitas ekspor-impor Sritex, termasuk di dalamnya impor bahan baku. "Bahan baku yang diproses saat ini di dalam pabrik itu menjadi berkurang. Bisa dimungkinkan dalam seminggu, dua minggu ke depan bahan baku habis, dan akhirnya proses (produksi) terhenti," ungkap Kaswanto kepada awak media seusai menghadiri Rapat Kreditur PT Sritex yang digelar di PN Niaga Semarang, Rabu (13/11/2024).
Dia menambahkan, jika proses produksi terhenti, para buruh Sritex kemungkinan besar akan dirumahkan. "Kalau buruh dirumahkan, akan memungkinkan dilakukan PHK. Ini yang tidak kami inginkan," ujarnya.
Kaswanto mengungkapkan, saat ini proses produksi PT Sritex masih berjalan. Menurut Kaswanto, hal itu menjadi alasan mengapa dia meminta Hakim Pengawas dalam kasus kepailitan Sritex untuk memutus "going concern" agar perusahaan tersebut dapat meneruskan aktivitas produksinya.
Oleh sebab itu, Kaswanto mendesak Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex segera mengajukan going concern. Dia mengungkapkan, sejak Sritex diputus pailit, pihaknya segera menyampaikan kepada Tim Kurator agar upaya keberlangsungan kerja tetap dijalankan.
"Karena kami berpikir, kalau ini mengarah ke pesangon dan sebagainya, kan banyak sekali kasus kepailitan yang buruhnya sama sekali enggak dapat," ucap Kaswanto.
Para buruh Sritex, kata Kaswanto, menginginkan agar aktivitas produksi bisa tetap berjalan di bawah proses pengawasan kepailitan. "Tapi sampai hari ini, kurator belum memberi jawaban pasti terkait dengan adanya proses going concern ini," ujar Kaswanto.