Sabtu 26 Oct 2024 07:15 WIB

Indonesia Gabung BRICS, Apa Untung Ruginya Bagi Perekonomian Nasional?

BRICS bisa membuat Indonesia lepas dari pasar tradisional AS dan Eropa.

Rep: Eva Rianti / Red: Lida Puspaningtyas
Presiden Cina Xi Jinping, kiri, dan Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri sesi pada KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.
Foto: Alexander Nemenov/Pool Photo via AP
Presiden Cina Xi Jinping, kiri, dan Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri sesi pada KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia telah mengajukan permintaan keanggotaan untuk bergabung dengan alinsi BRICS, yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam KTT BRICS di Rusia pada Kamis (24/10/2024). Keputusan tersebut melahirkan banyak pandangan, baik dampak positif maupun dampak negatif terhadap arah perekonomian Indonesia ke depan.

Pengamat Ekonomi yang juga Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studied (Celios) Nailul Huda menanggapi keputusan bergabungnya Indonesia dalam aliansi yang meliputi negara-negara ekonomi berkembang utama tersebut (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan/ akronim BRICS). Dia memandang ada dampak positif yang cukup besar bagi Indonesia.

Baca Juga

“Gerakan diplomasi Indonesia merupakan gerakan non-blok dimana tidak terafiliasi ke blok manapun, baik BRICS maupun OECD, bisa menjadi pilihan. Namun memang pilihan koalisi politik dan ekonomi bisa mem-boost pertumbuhan ekonomi ke depan,” ujar Nailul saat dihubungi Republika, Jumat (25/10/2024).

Ia menerangkan, data menunjukkan bahwa proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya 15,66 persen. Lantas, pada 2022, proporsinya telah mencapai 32 persen.

Itu menggambarkan bahwa kekuatan BRICS memang besar, terutama dalam berhadapan dengan negara adidaya, Amerika Serikat (AS). Nailul menyebut, meskipun China diprediksi akan mengalami perlambatan ekonomi, tetapi tetap akan menjadi pesaing bagi AS ke depannya.

“Bergabung dengan BRICS akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti AS dan Eropa. Eropa pun sebenarnya sudah mulai rese dengan kebijakan ekspor Indonesia dimana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Nailul menuturkan, saat ini anggota BRICS juga bukan hanya terdiri dari lima negara saja, tetapi juga negara-negara Timur Tengah sudah mulai masuk ke koalisi.

“Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk masuk ke pasar Timur Tengah. Jadi sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar,” ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement