Ahad 13 Oct 2024 09:00 WIB

Profit Jumbo BUMN, Siapa Paling Besar?

Transformasi di tubuh BUMN mampu mengangkat perusahaan jadi lebih efektif dan efisien

Rep: Redaksi/ Red: Teguh Firmansyah
Produksi Migas Pertamina
Foto: Dok. Humas Regional Jawa.
Produksi Migas Pertamina

REPUBLIKA.CO.ID, KINERJA perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus menunjukkan catatan positif. Catatan sejarah dan rekor profit tertoreh dalam beberapa tahun terakhir.

Tidak hanya pada BUMN besar yang selama ini menjadi garda terdepan, tapi juga perusahaan pelat merah dalam skala menengah ikut menciptakan tren tersebut.

Baca Juga

Kinerja kinclong merata di beragam lini seperti di sektor pertambangan, migas (minyak dan gas), industri perbankan, telekomunikasi, infrastruktur, pelabuhan, dan pariwisata.

Pencapaian itu tidak terlepas dari beragam faktor baik di sisi internal maupun eksternal. Di sisi eksternal, geliat ekonomi pascapandemi Covid-19 ikut berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.

Sementara di bagian internal transformasi yang dijalankan di tubuh BUMN mampu mengangkat perusahaan negara menjadi lebih lincah, efektif dan efisien.

Strategi restrukturisasi yang dijalankan oleh BUMN terbukti ikut mendongkrak kinerja perusahaan. Langkah restrukturisasi itu seperti merger, akuisisi, pemisahan unit bisnis, pengurangan biaya, peningkatan produktivitas, dan kualitas layanan.

Dalam hal penggabungan misalnya, BUMN telah membentuk sejumlah holding seperti migas, pupuk, perkebunan, kehutanan, semen, tambang, farmasi, ultra mikro, pangan, rumah sakit, pertahanan, pembangkit listrik, perhotelan, penerbangan, dan pelabuhan. Strategi ini pun terbukti berdampak nyata mendongkrak gairah perusahaan.

Tercatat pada 2023, ada 14 BUMN dengan pencetak laba terbesar. Di antaranya yakni PT Pertamina (Persero) Rp 72 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Rp 60,4 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rp 55,1 triliun, PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID Rp 27,5 triliun, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Rp 24,6 triliun, PT PLN (Persero) Rp 22,07 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rp 20,9 triliun.

Selain itu ada PT Pupuk Indonesia (Persero) Rp 6,2 triliun, PT Bukit Asam Tbk Rp 6,1 triliun, PT Bank Syariah Indonesia Tbk Rp 5,7 triliun, PT Perusahaan Gas Negara Tbk Rp 4,3 triliun, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Rp 4,01 triliun, PT Garuda Indonesia (Persero) Rp 4 triliun, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebesar Rp 3,5 triliun. Sementara itu, PT Semen Indonesia (Persero) juga berhasil membukukan laba bersih hingga Tbk Rp 2,17 triliun.

Profit besar tersebut sejalan dengan peningkatan penerimaan yang diperoleh oleh Kementerian BUMN. Pendapatan Kementerian BUMN melejit dari Rp 1.930 triliun pada 2020 menjadi Rp 2.933 triliun pada 2023. Laba bersih yang berhasil diperoleh juga melejit dari Rp 13 triliun pada 2020, menjadi Rp 327 triliun pada 2023 atau sekitar 2.415-an persen.

Kementerian BUMN menyatakan perbaikan tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) menjadi poin penting di balik peningkatan kinerja dan kontribusi BUMN dalam beberapa tahun terakhir. Tren positif kinerja hingga dividen BUMN, tak lepas dari adanya pengawasan berbagai pihak.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam menyatakan keberhasilan transformasi BUMN berdampak kepada peningkatan kontribusi BUMN terhadap pendapatan negara berupa pajak, dividen, dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP). "Ini saya kira kalau dibandingkan dengan keseluruhan ekonomi kita, kontribusi BUMN ini sangat besar," ujar Piter.

Ia berpendapat BUMN bisa lebih efisien dengan memangkas jumlah perusahaan pelat merah, membentuk holding hingga menggabungkan sejumlah badan usaha yang memiliki fokus bisnis serupa.

Ekonom Indef Drajad Wibowo menilai keberhasilan BUMN dalam mendongkrak kinerja merupakan hasil kerja kolektif. Namun hal itu juga didukung oleh kepemimpinan kuat sang menteri sehingga mampu mengonsolidasikan BUMN, termasuk dalam mendorong transformasi dari mulai pembentukan ekosistem kerja hingga restrukturisasi perusahaan negara.

 

Kinerja positif migas

Sektor minyak dan gas menjadi BUMN yang meraih profit terbesar. Pertamina yang menjadi holding migas tumbuh secara konsisten. Pada 2023, PT Pertamina mencatatkan total laba sebesar 4,77 miliar dolar AS atau sekitar Rp 72,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.255 per dolar AS). Angka ini merupakan tertinggi dibandingkan yang lain.

Perolehan laba tersebut naik 17 persen dibanding laba 2022 yang mencatatkan profit terbesar sepanjang berdirinya perusahaan itu. Pada 2022, Perseroan membukukan laba bersih 3,81 miliar dolar AS atau Rp 56,6 triliun naik 86 persen dibandingkan 2021.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pun tak menampik bahwa sejak restrukturisasi organisasi, tren kinerja keuangan konsolidasian Pertamina positif dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi berbeda, kinerja operasional di seluruh lini baik holding dan subholding juga semakin solid dan andal.

“Pertamina berhasil mengelola operasinya untuk mempertahankan pertumbuhan laba. Kinerja keuangan pada tahun 2023 meningkat dibandingkan tahun 2022 karena pengelolaan efisiensi, optimalisasi biaya, liabilitas, dan pembayaran kompensasi,” ujar Nicke dalam keterangannya.

Menurut Nicke, restrukturisasi holding subholding mengedepankan peran kolaborasi aktif melalui orkestrasi sejumlah inisiatif strategis di sektor finansial.

Selain melakukan cost optimization, upaya penghematan biaya bunga, strategi transaksi lindung nilai valuta asing, suku bunga, dan komoditas, serta upaya memitigasi risiko valas dan kredit berhasil menghindarkan potensi kerugian serta menciptakan kontribusi sekitar 1,1 miliar dolar AS.

Nicke ikut memuji atas dukungan Pemerintah yang terlihat pada pembayaran kompensasi harga selama tahun 2023, mencapai Rp 119,31 triliun (di luar pajak). “Kami sangat mengapresiasi Pemerintah yang terus mendukung Pertamina secara konsisten melalui revisi peraturan yang memungkinkan pembayaran lebih cepat, penyesuaian harga produk, dan peningkatan anggaran,” ujarnya.

Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Subholding Gas PT Pertamina (Persero), pada Semester I-2024 membukukan laba sebesar 187 juta dolar AS. Angka itu tumbuh 28 persen dibandingkan 145 juta dolar AS pada Semester I-2023

"Secara keseluruhan, perseroan telah menunjukkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan profitabilitas yang meningkat," ujar Dirut PGN Arief Setiawan Handoko.

Ia pun percaya dengan terus menjalankan strategi bisnis yang telah ditetapkan, melakukan pengelolaan operasional secara optimal dan efisien, penerapan manajemen keuangan serta manajemen risiko yang prudent, perseroan akan mampu menghadapi beragama tantangan dan peluang ke depan.

Tantangan sektor energi ke depan memang tidak mudah karena sumber-sumber minyak dan gas di dalam negeri kian terbatas. Pemerintah bahkan hanya menargetkan lifting minyak sebesar 600 ribu barel per hari pada 2025. Ini mendorong Pertamina melalui anak usaha untuk mendorong eksplorasi sumur-sumur baru.

Di sisi lain semua negara sedang mengarah kepada pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Dibutuhkan inovasi dan investasi yang besar agar sektor ini dapat terus tumbuh. Hal inilah yang menjadi perhitungan dan pertimbangan Pertamina agar dapat bersaing di tingkat global.

“Saat ini roadmap Pertamina menggunakan strategi mendekarbonisasi bisnis karbon positif, mengembangkan bisnis karbon netral, dan memberikan kompensasi kepada bisnis karbon negatif, yang akan menghasilkan Net Zero Emisi,” jelas Nicke.

 

Cuan dari perbankan

Di sektor perbankan hasil laba fantastis juga diperoleh oleh sejumlah bank pelat merah seperti PT BRI, PT Mandiri, dan PT BNI. PT BRI Tbk (BRI) membukukan laba bersih Rp 29,7 triliun pada semester I 2024 atau naik tipis dibandingkan periode sama tahun Rp 29,42 triliun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement