Rabu 16 Oct 2024 12:45 WIB

Penanganan BUMN 'Sakit' Perkuat Daya Saing

Pembubaran perusahaan pelat merah yang bermasalah merupakan bagian dari transformasi.

Rep: Redaksi/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah pesawat terbang milik maskapai Merpati Nusantara Airlines
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Sejumlah pesawat terbang milik maskapai Merpati Nusantara Airlines

REPUBLIKA.CO.ID,  SETELAH enam dekade berdiri, PT Merpati Airlines (Persero) akhirnya resmi dibubarkan pada 2023. Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penerbangan itu sejalan dengan putusan Pengadilan Niaga Surabaya yang menyatakan maskapai tersebut telah pailit pada 2022.

Kondisi perusahaan dinyatakan sudah tidak lagi sehat lantaran tak seimbangnya lagi jumlah aset maupun pendapatan dengan biaya operasional serta beban utang yang harus dibayar. Berdasarkan laporan audit tahun 2020, utang maskapai penerbangan itu mencapai Rp 10,9 triliun dengan ekuitas negatif Rp 1,9 triliun.

Baca Juga

Putusan pailit itu dibulatkan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2023. Melalui putusan itu, semua kekayaan sisa hasil likuidasi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Merpati Nusantara Airlines dapat disetorkan ke dalam kas Negara.

Karyawan yang terkena dampak memperoleh haknya sebagaimana putusan pengadilan. Sebagian penjualan aset diberikan kepada karyawan. "Pembubaran PT Merpati Airlines termasuk likuidasi, paling lambat 5 tahun terhitung sejak perusahaan dinyatakan pailit," bunyi Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) No 8/2023 itu.

PT Merpati Airlines bukan satu-satunya BUMN yang dibubarkan. Pada akhir 2023, di luar Merpati, tercatat ada 6 BUMN lain yang telah dibubarkan.

Keenam BUMN tersebut yakni PT Istaka Karya (Persero), PT Industri Gelas (Persero), PT Industri Sandang Nusantara (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero), PT Kertas Leces (Persero), dan PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (PANN).

Di luar BUMN tersebut, masih ada 14 perusahaan pelat merah yang membutuhkan penanganan lebih lanjut sebelum Kementerian BUMN memutuskan apakah perusahaan itu bisa diselamatkan atau tidak.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan pembubaran perusahaan pelat merah ini merupakan bagian dari upaya transformasi BUMN yang dilakukan secara menyeluruh dalam lima tahun terakhir. BUMN didorong untuk bergerak cepat, efektif, dan efisien dalam menyikapi setiap perubahan.

Kemudian yang tak kalah penting BUMN mesti mampu melaksanakan perannya dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Baik dalam prestasi meraih laba, maupun fungsinya memberikan kemanfaatan umum sebagaimana tertuang di Undang-Undang BUMN No.19 Tahun 2023. Bukan malah sebaliknya membebani keuangan negara.

"Dalam proses transformasi yang dilakukan Kementerian BUMN beserta kami dari 2019 ada holdingisasi, merger, klasterisasi, perampingan, dan di antaranya penanganan BUMN yang bermasalah," ujarnya dalam keterangan tertulis.

Per akhir Desember 2023, jumlah BUMN tercatat 45 perusahaan dari target 40 BUMN yang diklasterisasi ke dalam 12 klaster. Sebagai perbandingan, angka itu jauh lebih kecil dibanding jumlah BUMN pada 2019 yang mencapai 113 perusahaan. Pemangkasan itu bagian dari program restrukturisasi perusahaan, termasuk merger.

"Khusus BUMN yang mengalami permasalahan keuangan dalam usaha, masuk ke klaster Danareksa dan PPA di mana BUMN kecil akan di-scale up menjadi lebih besar,” ujar Kartika.

Penanganan BUMN 'sakit'

PT Danareksa (Persero) merupakan Holding BUMN Spesialis Transformasi dan Investasi yang diamanatkan untuk meningkatkan skala bisnis menjadi perusahaan berkinerja tinggi dengan tata kelola unggul yang berkontribusi signifikan bagi perekonomian dan masyarakat. Holding BUMN Danareksa telah resmi didirikan sejak Juni 2022 yang membawahi empat sub klaster.

Ihwal pengelolaan perusahaan sakit, masuk dalam sub klaster Jasa Keuangan di bawah tanggung jawab PPA. PPA telah mendapat Surat Kuasa Khusus dari pemerintah sejak 2020 untuk menangani 20 BUMN dan satu anak perusahaan BUMN. Dari jumlah tersebut, tujuh perusahaan BUMN masuk dalam daftar pembubaran. Sementara, sisanya sebanyak 14 perusahaan dalam penanganan.

Adapun 14 BUMN Titip Kelola tersebut adalah PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Boma Bisma Indra (Persero), PT Djakarta Lloyd (Persero), dan PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Industri Kapal Indonesia (Persero), PT Indah Karya (Persero), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero), PT Semen Kupang (Persero), dan PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam (Persero), Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Primissima (Persero), serta PT Varuna Tirta Prakasya (Persero).

Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi membeberkan pembubaran atau penggabungan merupakan opsi dari penanganan terhadap BUMN bermasalah. Ia pun yakin BUMN sakit itu akan berkurang.

"Saat ini, PPA sedang melakukan penanganan lebih lanjut atas 14 BUMN Titip Kelola untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan yang dihadapi, antara lain: BUMN yang sedang menghadapi PKPU sehingga perlu adanya stabilisasi kondisi keuangan, permasalahan hukum maupun tata kelola, permasalahan keberlanjutan bisnis, serta permasalahan SDM yang perlu penguatan organisasi, kompetensi, dan efisiensi. Dalam hal ini, PPA melakukan restrukturisasi utang, mengembalikan bisnis inti, perbaikan keuangan, pembenahan tata kelola, pembenahan organisasi dan SDM, serta konsolidasi operasional bisnis," ujarnya.

Selanjutnya, BUMN yang berhasil melakukan turnaround akan dilakukan peningkatan skala bisnisnya melalui transformasi dan dukungan investasi di Danareksa dengan tujuan akhir yakni menjadi perusahaan yang signifikan serta memiliki manfaat ekonomi dan sosial serta memberikan pemasukan kepada negara.

"PPA melakukan tugas restrukturisasi keuangan, pembenahan SDM (sumber daya manusia) hingga bisnis proses, setelah itu dilakukan sinergi hingga penguatan transformasi bisnis nanti di Danareksa," ujarnya.

Ada dua parameter dalam mendorong penguatan PPA ke depan. Pertama yakni dengan penguatan modal bisnis dan kedua melalui optimalisasi posisi keuangan. Dengan penguatan tersebut, PPA diharapkan punya kapasitas melakukan restrukturisasi. "Sehingga diharapkan ke depan PPA bisa dan mampu menjalankan mandat-mandat baru. Masih ada BUMN yang perlu ditangani di Danareksa," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement