Rabu 25 Sep 2024 14:03 WIB

Fenomena Mantab di Kelas Menengah, Tabungan Tergerus Kebutuhan Hidup

Fenomena makan tabungan terjadi karena meningkatnya biaya hidup.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Pekerja berjalan di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (16/4/2024). Fenomena makan tabungan terjadi di kelas menengah saat ini.
Foto:

Ketiga, sambung Rista, seseorang harus bijak memahami waktu untuk terus belajar atau mencari peluang yang bisa menambah pendapatan. "Perlu diingat, waktu yang dipakai untuk berkembang dan belajar tidak akan sia-sia. Pengorbanan kecil hari ini dilakukan untuk hasil besar di kemudian hari," ujarnya.

"Mulai sekarang lakukan dari hal kecil-kecilan saja dulu. Prioritaskan hidup yang diimpikan, keuangan lebih sehat, hidup lebih terarah dan akhirnya bisa naik kelas bukan turun," tambahnya.

Sebelumnya, Direktur BCA Santoso mengamini adanya fenomena "Mantab" di nasabah kelas menengah. Hal ini tecermin dari angka pertumbuhan rerata saldo yang cenderung merosot.

"Kami lihat tantangannya di menengah bawah, itu karena jumlah average balance mereka relatif tidak banyak tumbuh. Bahkan di segmen-segmen tertentu adalah average-nya cenderung lebih rendah 6 bulan terakhir,” katanya dalam konferensi pers Gebyar Hadiah BCA 2024 di Jakarta, Senin (23/9/2024).

“Mungkin juga ada yang terkena PHK. Atau mungkin bisnisnya lagi sepi. Jadi, memang itu adalah realita,” tambah Santoso.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan kredit industri perbankan sebesar 12,4 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 7.515 triliun per Juli 2024. Secara bulanan, portofolio kredit perbankan tumbuh 0,48 persen yoy, melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni 1,39 persen yoy. Pertumbuhan kredit per Juli 2024, ditopang oleh capaian dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 8.687 trilun, naik 7,72 persen yoy. Secara bulanan DPK mengalami kontraksi sebesar 0,4 persen. Kendati pertumbuhan DPK melambat, likuiditas bank masih dalam level yang memadai. Rasio alat likuid terhadap noncore deposit (AL/NCD) sebesar 109,20 persen dan alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) 24,57 persen. Kedua indikator likuiditas tersebut mengalami penurunan secara tahunan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement