REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan masih tingginya risiko kredit terutama kredit kecil dan mikro atas dampak dari pandemi Covid-19. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Rapat Dewan Komisaris (RDK) OJK, Senin (10/6/2024).
“Peningkatan risiko kredit khususnya pada segmen kredit kecil dan mikro didorong antara lain oleh belum sepenuhnya pulih segmen tersebut paska berakhirnya relaksasi restrukturisasi sebagai dampak pandemi Covid dan didorong kenaikan inflasi pangan secara global,” kata Mahendra.
Namun demikian, Mahendra mengatakan, perbankan telah melakukan langkah antisipatif melalui pembentukan pencadangan yang memadai. Termasuk untuk penghapusbukuan dalam rangka menata kembali neraca bank.
“Dengan langkah antisipasi tersebut risiko kredit dan mikro diperkirakan akan tetap berada pada level yang terjaga dan kinerja perbankan mampu tumbuh secara berkelanjutan. OJK terus memonitor manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit secara baik oleh industri perbankan,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa kredit perbankan hingga April 2024 tetap terjaga. Hal itu meskipun diterpa kondisi suku bunga yang tinggi.
“Kinerja industri perbankan per April 2024 nampaknya tetap resilience (tangguh) dan stabil didukung oleh tingkat profitabilitas atau ROA (return on asset) sebesar 2,51 persen dimana kita mencatat pada Maret lalu ada 2,62 persen dan NIM (net interest margin) juga sebesar 4,56 persen, Maret yang lalu ada 4,59 persen,” kata Dian.
Dian menjabarkan permodalan CAR atau rasio kecukupan modal perbankan yang dianggap relatif tinggi, yakni sebesar 25,99 persen. Sedangkan pada Maret 2024 lalu sebesar 25,96 persen. Menurutnya, itu merupakan bantalan mitigasi risiko yang sangat sulit di tengah kondisi ketidakpastian global di masa ini.
Adapun, dari sisi kinerja intermediasi pada April 2024, kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 13,09 persen year on year (yoy) menjadi Rp 7.310,7 triliun.
“Penyaluran kredit yang cukup sigifikan tersebut melanjutkan tren pertumbuhan kredit sejak periode sebelumnya dan searah dengan target pertumbuhan tahun 2024. Tren pertumbuhan kredit yang baik ini menunjukkan dukungan dan komitmen perbankan yang tinggi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya.
Sejalan dengan itu, Dian melanjutkan, data Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif. Yakni tumbuh 8,21 persen yoy dari pertumbuhan pada Maret 2024 sebesar 7,44 persen yoy menjadi Rp 8.653 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar 11,81 persen yoy.
Sementara itu, likuiditas industri perbankan pada April 2024 juga memadai dengan rasio alat likuid terhadap noncore deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang masing-masing sebesar 113,9 persen dan 25,6 persen. Angka itu jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
“Kondisi tersebut searah dengan likuiditas global yang cukup ketat di tengah kebijakan bank sentral AS yang mempertahankan suku bunga tinggi atau higher for longer,” kata Dian.
Dia melanjutkan, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio dimana NPL gross perbankan sebesar 2,33 persen dan NPL net sebesar 0,81 persen. Adapun NPL gross UMKM pada April 2024 mencatat 4,26 persen, naik dibandingkan Maret 2024 sebesar 3,98 persen. Dan NPL net sebesar 1,54 persen dimana bulan yang lalu sebesar 1,45 persen.
Peningkatan NPL gross UMKM utamanya pada segmen kredit kecil dan mikro yang naik menjadi 3,89 persen pada april 2024, yang mana pada bulan sebelumnya sebesar 3,65 persen.
“Walaupun demikian perbankan telah mengantisipasi kenaikan NPL UMKM tersebut dengan membentuk CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) kredit UMKM sebesar Rp 85,5 triliun dan perbandingan antara total CKPM UMKM terhadap total NPL UMKM sebesar 137,37 persen,” tuturnya.