Senin 13 May 2024 16:30 WIB

JLL: Permintaan Terhadap Rumah Tapak di Indonesia Masih Tinggi

Permintaan rumah tapak dengan harga di bawah Rp 2 miliar jadi yang paling laris.

Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah subsidi di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.
Foto: EPA/Hotli Simanjuntak
Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah subsidi di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan konsultan properti Jones Lang Lasalle (JLL) menyatakan bahwa permintaan terhadap rumah tapak di Indonesia terutama pada sektor menengah ke bawah masih menunjukkan tren positif.

Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (13/5/2024), mengatakan permintaan rumah tapak dengan harga di bawah Rp 2 miliar menjadi yang paling laris.

Baca Juga

Menurut dia, mengutip data terakhir JLL, sebanyak 80 persen dari total penjualan rumah di perumahan skala besar dengan luas di atas 200 hektare berada pada harga di bawah Rp 2 miliar.

"Memang pasarnya di kisaran harga seperti itu. Kurang lebih 80 persen (penjualan) harga rumahnya sampai dengan Rp 2 miliar, dan sekitar 70 persen untuk rumah yang harganya sampai Rp 1,2 miliar," ungkap Yunus.

Tingginya permintaan itu didorong oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keterjangkauan harga. Yunus mengatakan bahwa pengembang merespons permintaan tersebut dengan meluncurkan berbagai produk rumah tapak dengan harga yang beragam dan fokus pada segmen menengah ke bawah.

"Pengembang juga merespons itu, mereka bikin produk tidak cuma satu, tapi mereka bisa membuat berbagai macam produk, dan yang banyaknya di segmen yang (menengah ke bawah)," ungkap Yunus.

Dia menambahkan pasar perumahan saat ini masih relatif sehat meski terdapat kekhawatiran terkait kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). JLL melihat pengembang terus secara aktif meluncurkan klaster baru di proyek-proyek-proyek perumahan yang sudah ada.

Bahkan, kota-kota yang sebelumnya sepi dalam pemasaran properti kini sudah mulai memperkenalkan klaster permukiman baru.

Tak hanya itu, Yunus menyebut tingginya permintaan terhadap rumah tapak juga tak terlepas dari insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah baru. Setelah diberlakukan pada 2021 dan 2022, kebijakan ini kembali bergulir pada November 2023 hingga Desember 2024.

Insentif PPN DTP diberikan atas dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar yang merupakan bagian dari harga jual rumah maksimal Rp 5 miliar.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement