REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya eskalasi geopolitik disinyalir akan berdampak terhadap rantai pasok bahan baku pangan. Menteri Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut hal ini perlu mendapat perhatian khusus.
Salah satu komponen utama dalam program ketahanan pangan adalah pupuk. Adapun, sebagian bahan bakunya masih berasal dari luar negeri. Oleh karena itu, Bahlil menilai akuisisi pabrik pupuk luar negeri dapat menjadi opsi dalam menjaga pasokan pupuk ke depan guna mendukung ketahanan pangan nasional.
"Saya pikir penting (akuisisi pabrik luar negeri) untuk dijadikan alternatif," ujar Bahlil usai konferensi pers realisasi investasi kuartal I 2024 di Jakarta, Senin (29/4/2024).
Bahlil menyampaikan aksi akuisisi pabrik di luar negeri dapat menjadi solusi dalam menjaga pasokan pupuk. Bahlil mengatakan hal ini juga sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia dan geopolitik yang berpotensi meningkatkan harga bahan baku pupuk.
"Ketika bahan baku pupuk kita mahal dan kita tidak punya, itu kita impor, maka saya pikir tidak ada salahnya kalau itu kemudian dipertimbangkan untuk mendapatkan dari luar dan caranya paling baik adalah akuisisi," kata Bahlil.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengimbau seluruh BUMN untuk antisipatif dan adaptif dalam menghadapi tantangan akibat kondisi geopolitik dan ekonomi global. Erick tak ingin BUMN sekadar berdiam diri di tengah situasi geopolitik saat ini, melainkan harus bisa mencari peluang.
Salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan mengamankan pasokan bahan baku khususnya yang berasal dari luar negeri. Pasalnya, gejolak geopolitik timur tengah seperti perang Iran dengan Israel tidak hanya berdampak pada sektor keuangan dan komoditas di Indonesia, tetapi berdampak terhadap ketahanan pangan Indonesia dalam hal ini berpotensi mempengaruhi pasokan bahan baku pangan, salah satunya pupuk.
"Supply chain (rantai pasok) untuk pupuk, kita harus tingkatkan. Yang namanya kebutuhan bahan pasok untuk pupuk itu seperti potash, phospat, dan lain-lainnya. Nah itu kita kearah sananya iya. Dan kita sendiri sudah hampir dua tahun untuk mencari investasi di bidang bahan baku ini. Jadi lebih ke bahan baku security-nya," ujar Erick di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).
Erick mengambil contoh saat BUMN berjibaku membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi pandemi covid-19. Kala itu, ucap Erick, BUMN pun tetap melakukan cukup banyak aksi korporasi, melalui konsolidasi holding, merger, hingga mencari mitra strategis.
"Justru dengan situasi seperti ini saya sudah ingatkan kita jangan slowing down, justru kita harus agresif. Siapa tahu di tengah kondisi seperti ini ada opportunity karena Indonesia dilihat salah satu negara yang stabil secara pertumbuhan ekonomi dan juga politik," sambung Erick.
Erick mengatakan potensi pembangunan pabrik pupuk di tanah air masih besar guna menjaga ketersediaan dan kebutuhan pertanian. Saat ini, pabrik pupuk sudah beroperasi di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan masih dalam pembangunan di wilayah Indonesia Timur.
Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan gejolak geopolitik timur tengah seperti perang Iran dengan Israel tidak hanya berdampak pada sektor keuangan dan komoditas di Indonesia.
Toto menyebut, hal tersebut akan berdampak terhadap ketahanan pangan Indonesia. Toto menyampaikan serangan Iran ke Israel kian menambah ketegangan yang berpotensi mempengaruhi pasokan bahan baku pangan khususnya yang berasal dari luar negeri.
Toto mencontohkan ketahanan pangan ada kaitannya dengan ketersediaan pupuk dalam negeri. Sementara beberapa bahan baku pupuk berasal dari Timur Tengah dan Kawasan timur Eropa.
"Ketergantungan impor bahan baku pupuk dari timur tengah dan kawasan timur Eropa seperti Rusia memang agak berisiko saat terjadi situasi darurat seperti perang di sana," kata Toto di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Toto mengatakan salah satu pupuk yang membutuhkan bahan baku dari luar negeri adalah pupuk jenis NPK, khususnya unsur P (posphate) dan K (kalium) yang berasal dari Rusia. Oleh karena itu, adanya gejolak geopolitik berdampak pada produk penting pendukung sektor pertanian nasional.
"Kalau pasokan pupuk terganggu maka otomatis rantai pasok pangan juga akan terganggu. Produksi komoditas utama pertanian seperti beras berpotensi merosot," sambung Toto.
Dalam kondisi tersebut, ucap Toto, impor beras juga relatif lebih sulit. Situasi ini menimbulkan kerawanan pada sektor ketahanan pangan Indonesia. Toto menyebut perlunya sejumlah langkah yang perlu diprioritaskan, mulai dari diversifikasi sumber pasokan bahan baku pupuk atau mulai berinisiatif mengakuisisi sumber bahan baku pupuk di timur tengah seperti yang sudah dikerjakan Cina sejak beberapa tahun lalu.
"Langkah lain apabila produksi pupuk nasional berkurang, maka keran pupuk impor harus dibuka sehingga kebutuhan nasional bisa tercukupi," kata Toto.