REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pedagang terpaksa membuang sekitar 10 ton pepaya karena harganya anjlok di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (23/4/2024).
Para pedagang membuang buah pepaya yang masih layak konsumsi dan yang sudah busuk di akses jalan depan los buah.
"Harga pepaya turun jauh, sudah hampir 60 persen turunnya tapi pepaya tetap enggak laku. Jadi banyak yang dibuang," kata pedagang pepaya, Inas (46 tahun) di Pasar Induk Kramat Jati.
Menurut dia para pedagang terpaksa membuang barang dagangannya karena harga pepaya anjlok sejak pertengahan Ramadhan 1445 Hijriyah. Jumlah pembeli yang sepi juga memberikan dampak berkurangnya pendapatan para pedagang.
Dia menuturkan para pedagang biasa menjual pepaya sebesar Rp 7.000 hingga Rp 8.000/kilogram. Namun, dalam beberapa waktu terakhir harganya anjlok menjadi Rp 3.000 hingga Rp 4.000/kilogram.
"Dari harga kita beli ke petani terus dijual lagi sudah enggak ada untungnya sama sekali. Pembelinya juga enggak ada. Kita dagang sekarang nombok doang," ucapnya.
Menurut dia, bukan kali ini saja para pedagang pepaya membuang barang dagangannya. Hampir setiap tahun terjadi hal yang sama.
Pada akhir 2023, kata dia, para pedagang di Pasar Induk Kramat Jati juga terpaksa membuang puluhan ton pepaya karena sepinya pembeli dan harga turun.
"Sekarang satu mobil bisa separuh lebih dibuang, kita nombok. Hari ini pepaya masuk, besok sudah dibuang. Ini yang baru masuk kalau malam enggak laku, sudah dibuang lagi," kata dia.
Untuk mempertahankan usahanya itu, pedagang hanya mengandalkan pembeli dari pengusaha katering, hotel, dan restoran yang setiap hari membutuhkan pepaya.
"Untuk mencegah kerugian, para pedagang mengurangi jumlah pembelian pepaya kepada para petani," tambah pedagang lainnya, Tumiran (60 tahun).
Dia berharap harga pepaya dapat kembali normal sehingga para pedagang tidak terus merugi.