REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut kurang dari 8 persen perusahaan yang memberikan pelatihan bagi karyawannya. Padahal, langkah tersebut dapat mengatasi kesenjangan dan meningkatkan kompetensi.
"Data survei menunjukkan bahwa kurang dari 8 persen perusahaan menawarkan pelatihan formal," ujar Ida.
Ida mengatakan, angka tersebut tergolong sangat rendah. Apabila dibandingkan dengan rata-rata regional Asia Timur dan Pasifik, angkanya mencapai 35 persen.
Berdasarkan data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Online, ada sekitar 1.799 perusahaan, 32 ribu instruktur dengan potensi kapasitas latih setiap tahun 1,5 juta orang dapat dilatih di perusahaan per tahun.
Hasil riset McKinsey 2019, akibat revolusi 4.0 ada 23 juta jenis pekerjaan akan terdampak oleh otomatisasi dan sekitar 27-46 juta jenis pekerjaan baru berpeluang tercipta hingga 2030. Hingga 2030 akan ada 10 juta jenis pekerjaan baru, dengan keterampilan baru muncul di Indonesia serta banyak hilangnya pekerjaan tradisional.
"Kami mengajak partisipasi dari teman-teman dunia usaha dan dunia industri untuk sama-sama menjadikan peningkatan kompetensi itu sebagai upaya dari perusahaan yang ujungnya adalah untuk meningkatkan produktivitas dari perusahaan itu sendiri," ungkap Ida.
Sebelumnya, Ida menyatakan transformasi Balai Latihan Kerja (BLK) yang terus dilakukan kementeriannya sebagai upaya mengurangi kesenjangan keterampilan antara pemberi kerja dan pencari kerja.
Pelatihan harus didesain menjawab kebutuhan pasar kerja. "Itu yang kami lakukan. Makanya kami terus melakukan transformasi," ujar Ida.
Dia mengatakan transformasi BLK itu berupa menghubungkan dan mencocokkan (link and match) kebutuhan pemberi kerja dengan pencari kerja. Upaya lain yang dilakukan Kemnaker, yaitu melalui Forum Komunikasi Lembaga Pelatihan dengan Industri (FKLPI) yang terdapat di balai-balai vokasi.