Rabu 13 Mar 2024 19:15 WIB

Kecuali AMDK, Kinerja Industri Minuman Masih Negatif

Performa industri minuman ringan masih belum pulih sejak pandemi.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo (kiri) dan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria (tengah).
Foto: Republiika/Rahayu Subekti
Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo (kiri) dan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) melaporkan, hingga saat ini performa industri minuman ringan masih belum pulih sejak pandemi Covid-19. Bahkan, diprediksi masih akan menghadapi tantangan pada 2024.

"Hal ini terlihat dari kinerja penjualan minuman ringan di luar air minum dalam kemasan (AMDK) yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,6 persen pada 2023," kata Ketua Umum Asrim, Triyono Prijosoesilo dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Baca Juga

Dia menjelaskan, kinerja industri minuman dengan pengecualian pada AMDK mengalami pertumbuhan yang negatif pasa 2023. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti laju inflasi pangan di Indonesia yang naik sehingga dapat berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat.

Selain itu, Triyono menyebut hal tersebut juga dikarenakan dengan meningkatnya biaya logistik. "Ini dikarenakan oleh kondisi geopolitik yang tidak stabil hingga meningkatnya harga bahan baku," tutur Triyono.

Triyono menambahkan, hal tersebut diperparah dengan kemarau berkepanjangan telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan harga beras naik tinggi di 179 daerah di Indonesia.

"Menurut data BPS, harga rata-rata beras pada pekan pertama Februari 2024 naik 0,93 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan pada pekan kedua bulan ini melesat 1,65 persen daripada Januari 2024,” jelas Triyono.

Di sisi lain, industri makanan dan minuman (mamin) berkontribusi signifikan terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang merupakan salah satu industri penyerap tenaga kerja terbesar. Menurut data Kementerian Perindustrian pada 2023, industri makanan dan minuman berkontribusi 39,10 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di sektor nonmigas serta 6,55 persen terhadap PDB nasional.

Meski tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen dari 2022 hingga 2023, tetapi kinerja tersebut di luar penjualan air mineral dalam kemasa. "Industri minuman mengalami pertumbuhan negatif," ucap Triyono.

Menilik pada kategori yang lebih mendalam, data Nielsen 2023 menunjukkan kinerja kategori Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada 2023 turun drastis untuk seluruh jenis minuman. Hal itu dengan penurunan terdalam pada minuman air teh kemasan yang mengalami penurunan sebesar 11,9 persen dari 2022 ke 2023.

Mengacu fakta tersebut, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan dengan melihat dampak ekonomi yang besar dari industri minuman ringan akan terus mendorong pemulihan kinerja industri lewat berbagai program pemerintah. Hal tersebut seperti program pameran produk makanan dan minuman di dalam dan di luar negeri, restrukturisasi mesin peralatan, mendorong pemberian berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax, serta mendorong transformasi digital menuju industri 4.0.

"Kami mengharapkan kinerja industri minuman bisa kembali tumbuh positif seperti sebelum pandemi," ucap Merrijantij.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement