Ahad 10 Mar 2024 14:18 WIB

Gerry Soejatman: Sanksi Tidak Cukup untuk Kasus Pilot Tertidur, Butuh Solusi Sistemik

Pengamat pertanyakan efektifitas program FMRS yang dijalankan perusahaan penerbangan

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pilot melakukan pemeriksaan kokpit pesawat Batik Air sebelum melakukan penerbangan (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Pilot melakukan pemeriksaan kokpit pesawat Batik Air sebelum melakukan penerbangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan Gerry Soejatman tidak setuju mengenai sanksi yang saat ini diberikan berkaitan kejadian pilot Batik Air yang tertidur saat penerbangan. Pilot dan kopilot pesawat Batik Air nomor registrasi PK-LUV dengan nomor penerbangan ID-6723 didapati tertidur saat melakukan penerbangan dari Kendari menuju Jakarta pada 25 Januari 2024.

“Dalam hal ini, saya sangat tidak setuju jika jalan keluarnya hanya segampang memberikan sanksi kepada pilot dan manajemen maskapai,” kata Gerry dalam akun X resminya @GerryS, Sabtu (9/3/2024).  

Baca Juga

Gerry menjelaskan, insiden tersebut memperlihatkan adanya risiko sistemik yang harus diselesaikan. Dia menilai kebijakan gampang memberikan sanksi akan menghambat perbaikan. 

“Masalah pilot fatigue ini masalah yang membutuhkan analisa dan solusi kualitatif, bukan kuantitatif,” ucap Gerry. 

Dia menegaskan, mengatasi permasalahan tersebut membutuhkan kesadaran pilot yang mengalami kelelahan diberikan pengakuan dan perlindungan dari sanksi. Hal tersebut menurutnya bisa memberikan keterangan sepenuh-penuhnya agar bisa dicarikan solusi yang sistemis.

“Namun jika memang masalah kelelahan ini diakibatkan oleh kesengajaan atau keteledoran berdasarkan perilaku yang tidak bertanggung jawab oleh pilotnya maka wajar bila diberikan sanksi disipliner,” jelas Gerry. 

Gerry menegaskan jika pilot mengaku kelelahan karena kurang istirahat maka reaksi perusahaan atau maskapai perlu dipertanyakan. Dia juga menyoroti seharusnya kapten  menyadari jika kondisinya dalam kurang istirahat. 

Dia menambahkan, yang perlu di evaluasi untuk overnight flight operations rute jarak pendek atau menengah adalah efektifitas program Fatigue Risk Management System (FRMS) perusahaan. Lalu juga pola recommended rest sebelum dan setelah overnight flight bagi kru di dalam FRMS. 

Begitu juga dengan feedback mengenai mengenai efektifitas FRMS. Gerry juga menekankan mengenai kepatuhan kru dalam mengikuti pola istirahat sebelum dan sesudah penerbangan yang harus sesuai dengan FRMS. 

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memberikan teguran keras kepada Batik Air. “Kami akan melakukan investigasi secara khusus terkait kasus tersebut,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub M Kristi Endah Murni  dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (9/3/2024). 

Lristi menegaskan, maskapai perlu memperhatikan  waktu dan kualitas istirahat pilot dan awak pesawat lainnya. Kristi menilai hal tersebut sangat mempengaruhi kewaspadaan dalam penerbangan.

“Kami akan melakukan investigasi dan review terhadap night flight operation di Indonesia terkait dengan fatigue risk menagement atau manajemen risiko atas kelelahan untuk Batik Air dan juga seluruh operator penerbangan,” jelas Kristi.

Kristi menambahkan, saat ini kru penerbangan telah di-grounded sesuai SOP internal untuk investigasi lebih lanjut. Kristi memastikan Ditjen Perhubungan Udara Kemanhub Ditjen akan mengirimkan inspektur penerbangan yang menangani Resolusi of Safety Issue (RRSI) untuk menemukan akar permasaahan dan merekomendasikan tindakan mitigasi terkait kasus ini kepada operator penerbangan dan pengawasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement