Kamis 07 Mar 2024 08:50 WIB

PHRI Bali Edukasi Wisman Pantangan dan Kondisi Saat Nyepi

Dibutuhkan permakluman wisatawan karena Nyepi merupakan budaya Bali.

Pecalang atau petugas pengamanan desa adat di Bali memantau situasi saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Kamis (3/3/2022).
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Pecalang atau petugas pengamanan desa adat di Bali memantau situasi saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Kamis (3/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali mengedukasi wisatawan mancanegara (wisman) yang berada di Pulau Dewata saat Hari Raya Nyepi soal pantangan dan kondisi di hari tersebut.

"Pertama edukasi melalui informasi yang kita pasang berupa selebaran di kamar, di lobi. Juga di siaran televisi di program ruangan kita, jadi dilihat nanti informasinya secara langsung menjelaskan bahwa tanggal 11 Maret akan jatuh Hari Raya Nyepi," kata Wakil Ketua PHRI Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya di Denpasar, Rabu (6/3/2024).

Baca Juga

Dia mengatakan, edukasi terhadap wisatawan tak sebatas informasi di hotel, tapi turut menjelaskan bahwa dibutuhkan permakluman karena Nyepi merupakan bagian dari tradisi dan budaya Bali. Terhadap wisman yang melakukan penyewaan kamar di hari tersebut, PHRI Bali serentak memberi penjelasan bahwa wisatawan dilarang keluar area hotel selama 24 jam penuh dari pukul 6.00 Wita hingga 12 Maret pukul 6.00 Wita.

Selanjutnya mereka juga diminta mengurangi keributan dan memaklumi kondisi penerangan yang sangat terbatas. Karena pantangan ini menyesuaikan dengan Catur Brata Penyepian atau empat pantangan saat Nyepi.

Meski demikian asosiasi hotel ini memastikan akomodasi yang melayani saat Nyepi di Bali akan tetap menyiagakan petugas dan melayani tamu.

Rai menyebut tak ada kesulitan dalam mengedukasi wisatawan mancanegara perihal larangan saat Hari Raya Nyepi, menurutnya masyarakat dunia sudah paham sehingga bisa memilih untuk menikmati penyepian atau berwisata ke luar Bali sementara waktu.

"Sekarang Nyepi itu sudah mendunia, hanya di Bali yang bisa menutup penerbangan selama 24 jam, menutup aktivitas, tidak melakukan perjalanan, dan tidak, menyalakan api, jadi mereka sudah menyadari, banyak yang sudah tahu dan dia tidak ingin juga terganggu dua hari itu selama Nyepi," ujarnya.

Meski banyak yang sudah mengetahui Nyepi dan datang untuk merasakan pengalaman ini, PHRI Bali menyadari tak sedikit juga yang enggan berdiam di hotel sepanjang hari.

Industri akomodasi tak memaksakan hal tersebut, mereka juga tidak menjual paket-paket Nyepi demi menggiring wisatawan, sehingga mereka melihat beberapa wisatawan mulai bergeser ke daerah sekitar Bali seperti Lombok sebagai lokasi wisata selama Nyepi.

Diketahui untuk momentum Nyepi cakka 1946 ini PHRI Bali mencatat keterisian hotel rata-rata 60 persen, mereka kebanyakan adalah turis yang ingin menikmati pengalaman sambil menikmati tradisi pawai ogoh-ogoh dan melasti di pantai, dan turis yang memang sedang berada di Pulau Dewata saat hari tersebut.

Walaupun okupansi masih di angka 60 persen, para pengusaha pariwisata ini sepakat tidak menawarkan paket-paket Nyepi, ini juga sesuai dengan seruan bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement