REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan terjadi perlambatan penghimpunan dana pihak ketiga pada akhir 2023. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan terdapat beberapa hal penyebab melambatnya penghimpunan DPK pada periode tersebut.
"Ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa pandemi atau high base effect," kata Dian, Kamis (22/2/2024).
Selain itu, Dian menuturkan juga disebabkan penggunaan dana internal untuk operasional dan ekspansi perusahaan setelah pandemi. Tak hanya itu, Dian menyebut konsumsi masyarakat jugakembali meningkat dengan berakhirnya status pandemi, serta dampak dari instrumen alternatif penempatan dana selain DPK.
Meskipun begitu, Dian menegaskan kondisi likuiditas bank umum tetap terjaga.
"Likuiditas bank dinilai sangat memadai tercermin dari rasio-rasio likuditas yang jauh di atas threshold seperti Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing naik menjadi 120,07 persen dan 28,73 persen atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," jelas Dian.
Untuk prospek penghimpunan DPK pada 2024, OJK memperkirakan DPK tetap tumbuh dengan sehat. Hal tersebut dengan mempertimbangkan kondisi makro domestik yang terjaga dengan baik.
OJK mencatat pertumbuhan DPK pada Desember 2023 sebesar 3,73 persen secara tahunan atau menjadi Rp 8.458 triliun. Hanya saja, pertumbuhan DPK lebih lambat dibandingkan kredit perbankan yang tumbuh double digit sebesar 10,38 persen yoy menjadi Rp 7.090 triliun pada akhir 2023.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga. Hal itu dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) net perbankan sebesar 0,71 persen dan NPL gross sebesar 2,19 persen.