Kamis 25 Jan 2024 17:50 WIB

Komoditas Teh Dinilai Bisa Bertransformasi Menjadi Produksi Rendah Karbon

Teh dinilai mampu mengurangi konsentrasi emisi di atmosfer.

Seminar bertajuk Inisiatif Karbon di Sektor Teh di Kementerian Pertanian.
Foto: Dok Republika
Seminar bertajuk Inisiatif Karbon di Sektor Teh di Kementerian Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seminar bertajuk “Inisiatif Karbon di Sektor Teh” diselenggarakan pada Kamis, 25 Januari 2023 diselenggarakan oleh Business Watch Indonesia (BWI) bekerjasama dengan Dewan Teh Indonesia (DTI) yang didukung oleh Solidaridad.

Acara yang bertempat di Kementerian Pertanian ini mewadahi diskusi interaktif antara pemerintah, akademisi, dan praktisi untuk menggali peran dan peluang sektor teh dalam mencapai target global pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Antusiasme mengenai inisiatif karbon yang tengah naik daun ini juga terlihat dari partisipasi para pemangku kepentingan.

Baca Juga

Ketua Dewan Teh Indonesia, Dr. Ir. Rachmad Gunadi, M. Si, menyambut baik ikhtiar baik untuk membahas strategi sektor teh untuk terlibat dalam agenda global pengurangan emisi GRK. 

Fenomena pemanasan global semakin mengkhawatirkan dan masyarakat dunia dituntut untuk mengurangi emisi GRK. Intergovernmental Panel on Climate Change (2023) dalam laporan sintesisnya memperingatkan bahwa pemanasan global pada 2011 – 2020 telah mencapai 1,1oC dan akan melampaui batas 1,5oC jika tidak ada upaya penurunan emisi GRK yang drastis.

Keseriusan negara-negara di dunia untuk menangani perubahan iklim sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Paris harus segera dibuktikan. Dalam kerangka tersebut, perdagangan karbon berkembang pesat sebagai solusi krisis iklim berbasis pasar yang dapat mengisi celah pembiayaan, serta memfasilitasi transfer pengetahuan dan teknologi.

Direktur PPH Perkebunan Kementerian Pertanian, Dr. Prayudi Syamsuri, S. P., M. Si, yang hadir sebagai keynote speaker menyinggung upaya dekarbonisasi dan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk mengendalikan emisi GRK nasional.

Indonesia melalui Nationally Determined Contribution (NDC) berkomitmen untuk mengurangi emisi di lima sektor prioritas, salah satunya di sektor pertanian. Meskipun sektor pertanian rentan terdampak perubahan iklim, namun juga memiliki peran dalam upaya penurunan emisi GRK melalui praktik pertanian rendah karbon.

Dalam hal ini, teh merupakan salah satu jenis komoditas yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi konsentrasi emisi di atmosfer. FAO menyebutkan teh sebagai komoditas yang cocok untuk bertransformasi menuju produksi rendah karbon (FAO, 2022). Tanaman tahunan, seperti teh, dapat menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan jenis tanaman pertanian semusim. Karbon akan tetap tersimpan dalam biomassa tanaman dan bahan organik tanah selama tidak ditebang dan terurai. Selain itu, budidaya teh tidak membutuhkan pengolahan lahan secara intensif sehingga tidak merusak struktur karbon yang tersimpan di dalam tanah.

Seminar “Inisiatif Karbon di Sektor Teh” menghadirkan diskursus mendalam dari kedua narasumber utama yakni (1) Ketua Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, M. Akmal Agustira, S. P., M. Sc dan (2)  Principal Consultant Peterson Projects & Solutions Indonesia, Nur Hadi.

Sebagai komoditas dengan reputasi yang baik, teh mempunyai peluang untuk membangun rantai nilai yang berkelanjutan. Pembangunan proyek karbon dengan teh sebagai vegetasi utama memberikan keuntungan yang menjanjikan, baik dari segi pelestarian lingkungan hidup maupun nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha perkebunan teh.

Perkebunan teh Indonesia memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi GRK. Salah satunya dari segi lahan. Meski area perkebunan teh nasional telah berkurang drastis dari 150.972 hektar pada 2001 menjadi 102.078 hektar pada 2021, namun Indonesia mempunyai perkebunan teh terluas kelima di dunia (BPS, 2022; FAO, 2023).

Selain itu, memperbaiki praktik budidaya teh juga dapat mengurangi emisi GRK. Misalnya dengan optimalisasi lahan, pengelolaan agroinput, pengolahan tanah minimum, hingga pemanfaatan lahan kritis. Peluang tersebut juga didukung oleh meningkatnya permintaan kredit karbon dan komitmen emisi nol bersih perusahaan yang telah mendorong ekspansi pasar. Coherent Market Insights memprediksi bahwa nilai pasar karbon global akan setara dengan US$ 2.407,8 miliar pada 2027. Lebih dari 1.850 perusahaan menyampaikan komitmen emisi nol bersih pada 2022.

Selain menjadi forum pertukaran informasi, Seminar “Inisiatif Karbon di Sektor Teh” juga menyediakan ruang kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan menciptakan sektor teh yang berkelanjutan. Business Watch Indonesia memiliki concern terhadap persoalan-persoalan sektor teh Indonesia dan meyakini bahwa inisiatif karbon di sektor teh ini dapat mendukung keberlanjutan sektor teh Indonesia. Oleh karena itu, Business Watch Indonesia bekerjasama dengan Dewan Teh Indonesia sangat mendukung inisiatif karbon di sektor teh ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement