REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Indonesia memiliki banyak spot reservoir yang dapat digunakan sebagai Carbon Capture and Storage/Utilization (CCS/CCUS). Sudah seharusnya regulasi dapat diatur dengan tepat. Dengan teknologi yang tepat bisnis pun bisa berkembang.
“Harusnya ini akan menjadi sesuatu yang menguntungkan untuk Indonesia,” kata Senior Expert Technology & Engineering Pertamina New & Renewable Energy Bayu Prabowo, dalam Tempo Energy Day (TED) 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
CCS/CCUS, merupakan salah satu teknologi mitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi CO2 ke atmosfer. Melalui teknologi itu, penangkapan emisi karbon dimungkinkan dari sumber-sumber industri besar, seperti pembangkit listrik, kilang minyak, dan pabrik semen, untuk kemudian menyimpannya di bawah tanah atau memanfaatkannya kembali dalam bentuk produk lain.
Direktur Teknik dan Lingkungan Migas ESDM Noor Arifin Muhamad mengatakan, aturan dan regulasi terkait CCS/CCUS sedang disiapkan. “Saat ini sudah tahap finalisasi,” kata dia.
Sementara itu Kepala Bagian Pengembangan Jasa SBU Sertifikat dan Eco-Framework PT Sucofindo Toto Iswanto berharap, terdapat skema yang dapat memberikan kemudahan untuk melaksanakan kegiatan validasi ataupun verifikasi.
“Dengan adanya skema itu, dapat memberikan kemudahan untuk calon mitra yang akan melakukan pembelian karbon dari kegiatan CCS.”
Dari sisi ilmu pengetahuan, Pakar CCS/CCUS Institut Teknologi Bandung Mohammad Rachmat Sule mengatakan telah ada program Pusat Keunggulan Antar Perguruan Tinggi (PUAPT) untuk transfer knowledge.
“Bukan hanya dari ITB kepada universitas lain yang ada di Indonesia tetapi juga kita boleh mengundang expert dari seluruh dunia untuk memberikan transfer knowledge kepada universitas dan juga perusahaan,” kata dia.
Kementerian Ristek Dikti, lanjut Sule, memberikan funding yang cukup besar untuk transfer knowledge.
Senior Advisor Indonesia JCM Secretariat Dicky Edwin Hindarto mengatakan, nilai ekonomi karbon memang harus diimplementasikan di Indonesia dengan segera, tetapi jangan kemudian harus masuk semua ke pasar karbon.
“Menurut saya, yang juga harus didorong pemerintah bagaimana kemudian yang non pasar karbon. Pemerintah harus memberikan insentif dan implementasi kepada UMKM,” kata dia.
Indonesia, kata Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian KEBTKE Harris, sudah menuju target net zero emission. “Targetnya mengurangi sebesar mungkin emisi pada 2060 tetapi tidak mengorbankan kebutuhan energi atau penyediaan energi yang sesuai dengan kebutuhan yang ada.”
BACA JUGA: Reaksi Trump Ketika Mengetahui Warga Israel yang Disandera Hamas Ada yang Masih Hidup
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 Bursa Efek Indonesia Ignatius Denny Wicaksono melihat, di pasar modal dan bisnis, perubahan iklim sudah menjadi risiko yang bukan hanya pemikiran semata tetapi risiko transisi dimana semua pelaku sudah mulai pindah ke green economy.
“Kalau kita ketinggalan dan kita gak bisa hitung karbon, bahayanya bukan cuma perubahan iklimnya nanti seperti apa tetapi juga nantinya bisnis kita juga jadi bisa gak laku,” kata dia.