Selasa 16 Jan 2024 14:11 WIB

Ekonom Peringatkan Risiko Inflasi Akibat Disrupsi Laut Merah

Disrupsi pengiriman komoditas tak akan separah pandemi tapi bisa naikkan harga.

Rep: Lintar Satria / Red: Friska Yolandha
Dalam gambar yang disediakan oleh Angkatan Laut AS, kapal pendarat amfibi USS Carter Hall dan kapal serbu amfibi USS Bataan transit di selat Bab al-Mandeb pada 9 Agustus 2023. Komandan tertinggi angkatan laut AS di Timur Tengah mengatakan Yaman Pemberontak Houthi tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri serangan “sembrono” mereka terhadap kapal komersial di Laut Merah.
Foto:

Harga minyak mentah Brent yang menjadi harga patokan minyak dunia, menyetuh 80 dolar AS per barel pekan lalu setelah AS dan Inggris menyerang target Houthi di Yaman tapi turun lagi pada Senin kemarin menjadi 77,75 dolar AS per barel.

Direktur peneliti gas dan minyak Panmure Gordon, Ashley Kelty mengatakan pasar "tidak terlalu terguncang" pada apa yang terjadi di Timur Tengah. Karena kelebihan pasokan dan melemahnya permintaan minyak.

Salah satu faktornya, kata Kelty, terdapat ekspektasi setelah Cina mencabut semua pembatasan Covid-19, permintaan minyak akan melonjak. "Namun Cina belum pulih dengan kecepatan yang diperkirakan," kata Kelty.

Laut Merah juga merupakan rute penting untuk pengiriman gas alam cair (LNG). Eksportir LNG terbesar kedua di dunia, QatarEnergy, menghentikan pengiriman lewat Laut Merah.

Seperti bank sentral besar lainnya, Bank of England menaikan suku bunga untuk mendinginkan inflasi. Pasar keuangan sudah memprediksi mereka akan mulai memangkas biaya pinjaman tahun ini karena inflasi tampaknya akan kembali menuju target Bank of England sekitar 2 persen.

Namun pada Desember lalu Gubernur Bank of England Andrew Bailey mengatakan "masih terlalu dini" untuk berspekulasi mengenai pemangkasan suku bunga. El-Erian mengatakan bagi beberapa orang biaya KPR beresiko meningkat bila inflasi gagal melambat atau bahkan naik dan bank sentral tidak memangkas suku bunga.

Sementara itu, akan ada lebih banyak gangguan pada pasokan barang global ketika pabrik-pabrik di Cina tutup untuk Tahun Baru Imlek pada 10 Februari.

 

"Saya sangat khawatir, kita menghadapi hambatan yang signifikan, kita hidup dalam realitas baru di mana sisi pasokan ekonomi global jauh lebih rapuh yang berarti kecenderungan inflasi lebih besar daripada sebelumnya," kata Erian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement