Sabtu 11 May 2024 22:54 WIB

Suku Bunga AS Tinggi tapi Inflasi Belum Turun, Masih Perlukah Dinaikkan?

The Fed masih menganggap kenaikan suku bunga lebih lanjut tidak diperlukan.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Federal Reserve. (Ilustrasi).
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Federal Reserve. (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW ORLEANS -- Perdebatan soal suku bunga Amerika Serikat (AS) yang semakin tinggi di kalangan pejabat Bank Sentral AS atau Federal Reserve terjadi pada pekan ini. Perdebatan itu kemungkinan dipicu lebih lanjut setelah survei penting menunjukkan lonjakan ekspektasi inflasi konsumen.

"Ad risiko kenaikan penting terhadap inflasi yang ada dalam pikiran saya. Saya pikir ada juga ketidakpastian mengenai seberapa ketat kebijakan tersebut dan apakah kebijakan tersebut cukup membatasi untuk mengembalikan inflasi ke target bank sentral AS sebesar dua persen," ujar Presiden Fed Dallas Lorie Logan seperti dilansir Reuters, Sabtu (11/5/2024).

Baca Juga

Ia pun menilai, masih terlalu dini untuk memikirkan pemotongan suku bunga. Menurutnya, perlu ada penyelesaian pada beberapa ketidakpastian.

"Kita harus tetap sangat berhati-hati. fleksibel,” kata Logan. Meski dia tidak secara langsung membahas The Fed perlu menaikkan kembali suku bunga acuannya dari kisaran 5,25 persen sampai 5,50 persen yang telah dipertahankan sejak Juli.

 

Sebelumnya, Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan, dia berada dalam mode menunggu dan melihat sehubungan dengan kebijakan bank sentral selanjutnya. Diharapkan The Fed dapat mempertahankan suku bunga saat ini selama diperlukan, guna menurunkan inflasi.

Hanya saja dirinya menambahkan, ada batasan tinggi untuk menyimpulkan suku bunga yang lebih tinggi diperlukan demi meredakan inflasi. Banyak pejabat bank sentral AS, termasuk Ketua Fed Jerome Powell, mengatakan mereka masih menganggap kenaikan suku bunga lebih lanjut tidak diperlukan. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement