Sabtu 23 Dec 2023 15:28 WIB

Debat Cawapres soal Target Pertumbuhan Ekonomi, Ini Tanggapan Ekonom 

Perlu terobosan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Cawapres nomor urut 1, 2 dan 3, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD (kiri-kanan) berfoto bersama usai mengikuti sesi Debat Kedua Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12/2023). Debat kedua ini mengangkat tema Ekonomi Kerakyatan dan Digital, Keuangan, Investasi Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur dan Perkotaan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Cawapres nomor urut 1, 2 dan 3, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD (kiri-kanan) berfoto bersama usai mengikuti sesi Debat Kedua Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12/2023). Debat kedua ini mengangkat tema Ekonomi Kerakyatan dan Digital, Keuangan, Investasi Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur dan Perkotaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Target pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu poin menarik dalam debat calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12/2023). Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen bisa saja terjadi dengan syarat mampu memberantas korupsi dan inefisiensi di sektor-sektor pertumbuhan ekonomi, yaitu di sektor konsumsi, belanja pemerintah, ekspor-impor, dan investasi jadi. 

Sementara, cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar mencanangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen-6 persen. Cak Imin menjelaskan, jika target pertumbuhan ekonomi yang dipasang terlalu tinggi dan tidak realistis, maka bisa menambah utang luar negeri. 

Baca Juga

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak reformasi hingga kini berada di angka lima persen. Faisal mengatakan tren pertumbuhan ekonomi sempat mengalami peningkatan di zaman SBY, namun tidak berlangsung lama.  

"Setelah reformasi, rata-rata pertumbuhan ekonomi kita itu lima persen, pernah enam persen di zaman SBY tapi cuma satu-dua tahun, pernah juga empat persen saat krisis global, pernah lebih rendah lagi saat awal 2000," ujar Faisal saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (23/12/2023).

Faisal menyampaikan pemerintah memang seharusnya menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen agar tidak berada dalam perangkap middle income trap. Faisal mengatakan perlu adanya terobosan besar agar mampu merealiasikan target tersebut. 

"Kalau lihat sepuluh tahun terakhir Jokowi juga menetapkan tujuh persen, tapi tidak tercapai. Kalau mau tujuh persen, caranya harus betul-betul banyak terobosan di luar yang sudah pernah dilakukan," ucap Faisal.

Faisal menyampaikan hilirisasi hanya menjadi salah satu dari banyak strategi yang dapat dioptimalkan pemerintah. Faisal menyarankan pemerintah lebih memperdalam cakupan hilirisasi agar memberikan kontribusi besar dalam mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

"Kalau mendorong hilirisasi harus diperluas untuk bisa tujuh persen. Kemarin, dgn hilirisasi nikel menjadi feronikel masih lima persen saja pertumbuhan ekonomi," sambung Faisal.

Faisal menyebut pemerintah bisa melakukan hilirisasi pada sektor yang lebih padat karya dan sesuai dengan kualitas SDM yakni hilirisasi pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Faisal menilai pengembangan hilirisasi yang selaras dengan karakteristik akan memiliki dampak lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

"Hilirisasi cuma salah satu bentuk revitalisasi industri. Yang perlu dilakukan strategi lebih bagus, efektif, dan komprehensif agar bisa mencapai tujuh persen," kata Faisal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement