Kamis 07 Dec 2023 12:55 WIB

Transaksi Saham Emiten Israel Jeblok Sepanjang 2023

Akuisisi dan IPO perusahaan-perusahaan Israel anjlok 56 persen

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Warga Palestina di atas tank Israeli di Khan Younis.
Foto: AP Photo/Yousef Masoud
Warga Palestina di atas tank Israeli di Khan Younis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Firma akuntansi PwC Israel mengatakan, penjajahan Israel terhadap warga Gaza, Palestina, berdampak besar terhadap sektor bursa emiten Israel. PwC Israel menyebut, akuisisi dan IPO perusahaan-perusahaan Israel anjlok 56 persen dengan volume hanya sebesar 7,5 miliar dolar AS sepanjang 2023.  

"Angka ini sangat kontras dengan rekor tertinggi sepanjang sejarah sebesar 82 miliar dolar AS yang dicatat perusahaan-perusahaan Israel pada 2021," ujar Head of Assurance and High-Tech cluster di PwC Israel Yaron Weizenbluth dilansir dari Calcalistech pada Kamis (7/12/2023).

Baca Juga

Dengan 45 transaksi pada 2023 menjadi titik terendah dalam satu dekade. Yaron membandingkan dengan transaksi tahun lalu yang mencapai 72 transaksi.

Rata-rata transaksi tahun ini juga hanya 29 persen lebih rendah dibandingkan 2022 atau turun menjadi 167 juta dolar AS. Hal ini menjadi sejarah baru dengan nilai transaksi terendah  dalam lima tahun terakhir.

"Sebagai seorang yang sangat optimistis, saya khawatir karena kita akan menghadapi krisis di dalam krisis," ujar Yaron.

Yaron mencatat krisis ini bermula pada kuartal pertama 2022 karena peristiwa global, yang diperburuk politik internal, bahkan sebelum pecahnya perang. Yaron mengatakan memburuknya situasi internal dan sikap pemerintah terus menjajah Palestina membuat banyak investor menarik diri untuk berinvetasi di Israel.

"Kami memerlukan perubahan suasana di Israel agar dunia percaya pada kami," kata Yaron.

Yaron menyebut lesunya pasar saham akibat hampir tidak adanya IPO dari perusahaan teknologi Israel. Yaron mencatat hanya Oddity Tech, perusahaan induk dari merek makeup IL Makiage, yang berhasil melakukan IPO dengan nilai 1,9 miliar dolar AS di Wall Street pada Juli lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement